
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
Dalam saat-saat ini yang dicirikan oleh transformasi digital dan keberlanjutan, bisnis di seluruh dunia semakin memahami dengan lebih mendalam dampak yang bisa terjadi saat mereka mengambil pendekatan yang mengedepankan elemen edge, berbasis cloud, berpusat pada pengelolaan data, dan diberdayakan oleh kecerdasan buatan (AI). Perubahan fokus ini bukan hanya sekadar evolusi dalam dunia bisnis; sebaliknya, hal ini memiliki potensi yang luar biasa untuk mengubah secara mendasar berbagai industri dan mendukung perkembangan inovasi serta efisiensi dalam skala yang belum pernah terbayangkan sebelumnya.
Ketika bisnis-bisnis ini beranjak menuju era baru ini, mereka menghadapi tantangan yang berbeda, dan juga peluang yang lebih besar. Pergeseran ini tidak hanya memengaruhi cara bisnis beroperasi, tetapi juga berpotensi memengaruhi keseluruhan struktur industri.
Mereka harus siap untuk menghadapi beragam perubahan, termasuk dalam hal bagaimana data dikumpulkan, dikelola, dimanfaatkan, serta bagaimana teknologi AI memainkan peran sentral dalam mengubah cara mereka berinteraksi dengan pelanggan, menciptakan produk dan layanan, dan mengelola operasi mereka secara keseluruhan.
Organisasi di Singapura menjadi contoh terkemuka dalam merangkul masa depan digital yang berkelanjutan. Upaya ini berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi negara tersebut dan menempatkannya sebagai kekuatan dominan dalam era digital untuk daya tahan ekonomi jangka panjang.
Mengutip Charles Darwin, “Bukan yang paling kuat yang bertahan, tetapi yang paling responsif terhadap perubahan.” Prinsip ini sangat berlaku dalam era transformasi digital dan keberlanjutan saat ini. Bisnis yang memiliki kemampuan untuk merespons perubahan ini dengan cepat dan cerdas akan memiliki peluang yang lebih besar untuk bertahan dan berkembang dalam lingkungan yang berubah dengan cepat ini.
Fakta ini kemudian didukung oleh sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa bisnis yang menggabungkan keberlanjutan dan transformasi digital 2,5 kali lebih mungkin menjadi performer terbaik. Untuk mencapai hal ini, dibutuhkan keseimbangan antara upaya keberlanjutan dan digital, menyelaraskan teknologi, mengelola data dengan efektif, meningkatkan pertumbuhan pendapatan, meningkatkan efisiensi, dan mengurangi jejak karbon dari edge hingga cloud.
Menurut data yang disajikan oleh Gartner, terdapat sebuah tren yang menarik di dunia bisnis saat ini. Sebanyak 86% dari pemimpin bisnis mengakui bahwa keberlanjutan bukan sekadar tanggung jawab sosial, tetapi juga merupakan investasi yang mampu melindungi organisasi mereka dari potensi gangguan dan ketidakstabilan di masa depan.
Dalam pandangan mereka, keberlanjutan bukan hanya tentang menjaga lingkungan, tetapi juga mengoptimalkan berbagai aspek bisnis, termasuk dalam hal pengendalian biaya. Bahkan, 80% dari pemimpin bisnis melaporkan bahwa upaya keberlanjutan yang mereka lakukan telah menghasilkan pengoptimalan biaya yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa keberlanjutan dapat berdampak positif terhadap efisiensi operasional dan keberlanjutan ekonomi jangka pendek.
Namun, dalam perjalanan menuju keberlanjutan dan transformasi digital, ada sejumlah kompleksitas yang harus diatasi. Salah satunya adalah gagasan bahwa memindahkan semua beban kerja ke cloud merupakan solusi yang tepat. Meskipun komputasi cloud memiliki banyak manfaat, hal ini mungkin mengabaikan beberapa realita di dunia teknologi informasi saat ini. Lingkungan TI tidak hanya terdiri dari teknologi generasi baru, tetapi juga generasi lama yang masih relevan. Selain itu, banyak organisasi saat ini menggunakan berbagai layanan cloud yang berbeda, menciptakan apa yang disebut sebagai “multiple cloud.” Di samping itu, munculnya komputasi edge, yang semakin berkembang pesat juga perlu dipertimbangkan dalam strategi TI berkelanjutan.
Menurut IDC, sekitar 70% aplikasi dan data masih tetap berada di pusat data, colocation, dan komputasi edge. Ada berbagai alasan untuk hal ini, seperti kebutuhan akan latency yang rendah dalam beberapa situasi, kebijakan pengelolaan data yang ketat, pertimbangan kedaulatan data, peraturan kepatuhan, atau ketergantungan pada aplikasi-aplikasi yang masih terikat dengan arsitektur TI tradisional.
Dalam menghadapi tantangan-tantangan ini, organisasi perlu mengembangkan strategi TI yang tidak hanya memindahkan beban kerja ke cloud, tetapi juga mempertimbangkan kompleksitas lingkungan TI yang lebih luas. Mereka perlu menemukan cara untuk mengintegrasikan berbagai teknologi generasi lama dan baru, mengelola layanan-layanan cloud yang beragam, dan mempertimbangkan komputasi edge dalam strategi mereka.
OpenGov Events yang telah diselenggarakan pada tanggal 21 September 2023 di Raffless City Convention Centre Singapura membahas terkait pengintegrasian data dan pemanfaatan teknologi untuk keberlanjutan bisnis di masa depan.

Menurut Mohit Sagar, CEO dan Kepala Redaktur OpenGov Asia, dalam era transformasi digital yang dinamis dan peningkatan fokus pada keberlanjutan, bisnis di seluruh dunia semakin menyadari akan potensi besar dengan mengadopsi pendekatan berbasis data yang berfokus pada edge. Di garis depan konvergensi transformatif ini, Singapura berdiri menetapkan standar untuk digitalisasi berkelanjutan sambil memposisikan dirinya sebagai pemimpin global dalam pergeseran tersebut.
“Penggabungan antara keberlanjutan dan strategi berbasis data siap untuk menciptakan bisnis dan ekonomi baru,” kata Mohit.
Peran pelopor Singapura dalam digitalisasi berkelanjutan menawarkan panduan bagi negara-negara di seluruh dunia yang ingin menyeimbangkan kemajuan teknologi dengan pelestarian ekologi. Dengan menyelaraskan pertumbuhan ekonomi dan tanggung jawab lingkungan, negara ini berhasil mengharmonisasikan dua paradigma yang berbeda ini.
Bagi bisnis, pergeseran paradigma tersebut dapat mewakili peluang yang mendalam. Adopsi pendekatan berbasis edge dan integrasi strategis teknologi berbasis data memberdayakan perusahaan untuk beroperasi lebih efisien dan merespons dengan cepat tuntutan pasar yang berkembang. Sinergi antara keberlanjutan dan kinerja terbaik menggarisbawahi pentingnya tanggung jawab lingkungan sebagai elemen fundamental dari strategi transformasi digital.
Saat organisasi menyelaraskan teknologi mereka dengan tujuan keberlanjutan, mereka membuka potensi komputasi cloud, komputasi edge, dan kecerdasan buatan (AI) untuk mengoptimalkan proses dan meningkatkan efisiensi. Agar sepenuhnya memanfaatkan potensi tersebut, manajemen data, tata kelola, keamanan, dan analitik yang efektif menjadi dasar untuk menciptakan wawasan berharga yang menggerakkan pertumbuhan pendapatan dan ekspansi.
“Integrasi keberlanjutan dan transformasi digital memerlukan perencanaan strategis, manajemen data yang tepat, dan komitmen yang teguh terhadap inovasi,” kata Mohit. “Dengan menggabungkan elemen-elemen ini, bisnis menempatkan diri mereka untuk sukses di masa depan yang ditandai oleh pertumbuhan dari keberlanjutan dan kemajuan teknologi.”
Konvergensi antara keberlanjutan dan transformasi digital menjanjikan peningkatan kinerja bisnis, memberi perusahaan keunggulan kompetitif dalam lanskap yang berkembang dengan cepat. Selain itu, keberlanjutan lebih dari pertimbangan etika atau efisiensi, ini juga merupakan investasi cerdas dalam ketahanan jangka panjang yang memperkuat bisnis terhadap gangguan dan ketidakpastian.
Teknologi Informasi berkelanjutan mencakup lebih dari migrasi ke cloud, melibatkan pendekatan inklusif yang mengakomodasi sistem multi-generasi, berbagai platform cloud, dan ranah yang muncul dalam komputasi edge. Pendekatan komprehensif ini membuka jalan bagi organisasi untuk berkembang di masa depan yang semakin terhubung dan berkelanjutan.
Meningkatkan pengalaman pelanggan melalui pendekatan berbasis data adalah tentang memahami preferensi individu, memanfaatkan analitika data, dan merangkul inovasi. Menempatkan pelanggan sebagai pusat perhatian dan pemanfaatan data yang strategis memungkinkan bisnis untuk menciptakan relasi yang kuat dengan mereka sebagai dasar sebuah pertumbuhan berkelanjutan.
Mohit dengan sungguh-sungguh memahami bahwa pengetahuan yang diperoleh dari data memiliki peran penting dalam mendorong inovasi. Hal ini memungkinkan organisasi untuk menghadirkan produk dan layanan yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Oleh karena itu, Mohit menekankan pentingnya untuk menggabungkan teknologi yang efisien, prinsip-prinsip ekonomi sirkular dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan secara bersatu dalam strategi bisnis.
Dalam pandangan Mohit, pendekatan ini tidak hanya meningkatkan daya saing organisasi, tetapi juga memberikan kontribusi yang berarti terhadap penciptaan lanskap digital yang lebih ramah lingkungan. Menggunakan kecerdasan buatan skala besar yang didukung oleh sumber energi terbarukan adalah langkah besar menuju praktik teknologi informasi yang berkelanjutan. Dengan mengoptimalkan beban kerja, mengurangi limbah, dan merangkul prinsip-prinsip ekonomi sirkular, organisasi dapat berperan dalam menciptakan lanskap teknologi yang sadar terhadap lingkungan.
Menurut Mohit, untuk mengatasi tantangan dalam memberikan pengalaman yang berkelanjutan dan tetap berorientasi pada pelanggan, bisnis harus mengintegrasikan aspek keamanan data, keberlanjutan, inovasi, dan adaptabilitas ke dalam pendekatan mereka. Untuk mewujudkan upaya ini, Mohit menekankan pentingnya melakukan praktik data yang etis, perolehan wawasan yang didukung oleh kecerdasan buatan, dan tingkat fleksibilitas.
Lebih jauh, keseimbangan antara pemanfaatan data dengan langkah-langkah keamanan yang ketat sangat penting dalam menjaga kepercayaan pelanggan dan mencegah pelanggaran keamanan. Menyelaraskan inovasi dengan tujuan keberlanjutan memerlukan pengambilan keputusan yang bijak.
Mohit mengakhiri sambutannya dengan memastikan kelancaran akurasi dan keandalan data di berbagai platform adalah upaya yang harus dilakukan secara konsisten. Mengekstraksi wawasan yang bermakna dari jumlah data yang melimpah adalah hal yang sangat penting untuk membuat keputusan yang objektif dan efisien.
Welcome Address

Pandemi telah mengubah lanskap kerja secara signifikan, mendorong organisasi untuk mencari cara baru untuk meningkatkan efisiensi dan responsivitas dalam menghadapi tantangan yang dihadirkan oleh situasi darurat. Salah satu perubahan yang telah diimplementasikan adalah adopsi model kerja hybrid, yang memungkinkan karyawan untuk bekerja dari rumah selama beberapa hari dalam seminggu. Model kerja ini tidak hanya memberikan fleksibilitas kepada karyawan, tetapi juga memberikan organisasi kesempatan untuk mengoptimalkan sumber daya mereka dengan cara yang lebih efisien.
Bagi organisasi, model kerja hybrid dapat mengurangi biaya operasional terkait dengan pemeliharaan kantor fisik dan infrastruktur yang terkait. Ini juga dapat memungkinkan perluasan akses terhadap bakat di luar wilayah geografis kantor fisik, karena karyawan dapat bekerja dari mana saja dengan koneksi internet yang baik. Selain itu, model kerja hybrid dapat meningkatkan responsivitas organisasi terhadap perubahan lingkungan bisnis yang cepat, memungkinkan mereka untuk beradaptasi dengan lebih cepat dan lebih efisien.
Akan tetapi, Joseph Yang, Managing Director untuk Singapura di Hewlett Packard Enterprise, mengatakan bahwa bias data, seringkali muncul tanpa disengaja ketika banyak organisasi mengadopsi strategi hybrid. Joseph menekankan, dengan melihat hal ini, organisasi perlu lebih proaktif dalam mengatasinya. Salah satu pendekatan yang diadopsi adalah menggunakan kecerdasan buatan (AI) dalam skala besar untuk mengubah bias data ini menjadi sumber intelijensi yang bermanfaat.
Penggunaan kecerdasan buatan (AI) menjadi semakin penting dalam mengatasi bias data karena AI memiliki kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengoreksi bias dengan tingkat akurasi dan efisiensi yang sulit dicapai oleh metode manusia. AI dapat menganalisis data dalam skala besar dengan cepat dan menyeluruh, mengidentifikasi pola-pola yang mungkin mengindikasikan bias, dan memberikan solusi yang sesuai.
Selain itu, AI dapat belajar dari data baru yang masuk, memperbaiki diri sendiri, dan terus meningkatkan kemampuannya dalam mengatasi bias. Dengan demikian, penggunaan AI tidak hanya dapat membantu organisasi mengidentifikasi bias yang sudah ada dalam data mereka, tetapi juga mencegah terbentuknya bias baru di masa depan.
Dengan strategi ini, organisasi dapat mempercepat adopsi pendekatan berbasis data yang mendahului dan menghasilkan wawasan yang dapat diimplementasikan secara efektif. Hasilnya adalah peningkatan kinerja organisasi yang signifikan dan kemampuan untuk mengatasi tantangan keberlanjutan teknologi informasi yang semakin kompleks.
Namun, muncul pertanyaan baru seiring fokus ASEAN pada perubahan iklim yang memunculkan permasalahan karbon. Penggunaan data yang intensif dapat menyebabkan peningkatan jejak karbon. Namun, apakah ada solusi untuk mengatasi hal ini? Dengan mantapnya, Joseph menjawab “tentu.”
“Sangat mungkin untuk mengelola data sambil secara bersamaan mengurangi jejak karbon. Hal ini melibatkan adopsi pendekatan beragam untuk mengoptimalkan proses yang berkaitan dengan data dan infrastruktur teknologi informasi untuk keberlanjutan,” tekannya.
Joseph menjelaskan bahwa salah satu area kunci untuk menanggulangi hal ini adalah adalah efisiensi pusat data, di mana merancang pusat data yang hemat energi, menggunakan solusi pendinginan, dan beralih ke sumber energi terbarukan dapat secara signifikan mengurangi dampak karbon.
Komputasi cloud menawarkan jalur lain, karena banyak penyedia awan memprioritaskan penggunaan energi terbarukan untuk pusat data mereka. Selain itu, praktik kompresi data, deduplikasi, dan manajemen siklus hidup membantu meminimalkan kebutuhan penyimpanan data dan konsumsi energi. Mengadopsi virtualisasi server, mempromosikan kerja jarak jauh untuk mengurangi perjalanan, dan memilih solusi penyimpanan data berkelanjutan juga turut berkontribusi pada pengurangan jejak karbon.
Selain itu, Joseph menambahkan bahwa dengan pemilihan lokasi pusat data secara strategis yang mendukung sumber energi terbarukan dan sistem pendinginan yang efisien juga dapat memainkan peran penting. Pemantauan rutin, pelaporan, dan komitmen terhadap keberlanjutan adalah komponen penting dari pendekatan pengelolaan data yang peduli akan lingkungan ini.
Joseph meyakini bahwa konsep “teknologi informasi berkelanjutan” mengacu pada adopsi praktik dan teknologi di bidang teknologi informasi yang bertanggung jawab secara lingkungan dan mendorong keberlanjutan jangka panjang.
“Dengan menerapkan praktik-praktik ini, organisasi dapat secara signifikan mengurangi jejak karbon mereka dan meminimalkan dampaknya terhadap lingkungan. Pendekatan ini mencakup berbagai strategi, seperti pusat data yang efisien energi, penggunaan sumber energi terbarukan, komputasi cloud, kompresi data, dan virtualisasi server,” ungkapnya.
Teknologi informasi berkelanjutan tidak hanya menguntungkan lingkungan, tetapi juga menawarkan efisiensi biaya, optimalisasi sumber daya, dan hasil operasional yang lebih baik. Ini memungkinkan organisasi untuk mengurangi konsumsi energi, mengurangi biaya operasional, meningkatkan alokasi sumber daya, dan memastikan kelangsungan bisnis melalui penurunan waktu henti.
“Selain itu, merangkul teknologi informasi berkelanjutan sejalan dengan regulasi lingkungan yang semakin ketat dan harapan pelanggan, menjadikan organisasi sebagai entitas yang bertanggung jawab dan berpikiran maju dalam lanskap bisnis modern,” tutupnya.
Power Talk
Merancang masa depan yang berkelanjutan, berbasis data, dan berdesain hybrid merupakan pendekatan proaktif dengan mengintegrasikan tiga elemen kritis: keberlanjutan, berpusat pada data, dan infrastruktur hibrida. Pendekatan ini berpotensi membentuk masa depan bisnis dan teknologi di dunia yang semakin terhubung dan peduli lingkungan.


Ashutosh Sharan, VP Customer Solutions untuk Asia Tenggara di Mastercard, menyoroti keterlibatan proaktif Mastercard dalam berbagai usaha yang menggabungkan keberlanjutan dengan transformasi digital. Salah satu inisiatif Mastercard adalah pengenalan Priceless Planet Coalition. Dalam program ini, Mastercard berkolaborasi dengan organisasi seperti Conservation International untuk memulai misi memulihkan 100 juta pohon dalam lima tahun. Upaya ini dilakukan dengan menggunakan teknologi untuk melibatkan konsumen secara aktif dalam upaya pelestarian lingkungan yang bermakna.
Selain itu, Mastercard juga berkomitmen untuk memajukan inklusi keuangan digital, terutama di daerah yang tidak memiliki akses memadai. Hal ini dilakukan Matercard dengan tujuan untuk memberdayakan individu secara ekonomis, sambil mengurangi ketergantungan pada transaksi tunai.
“Mastercard mengalokasikan sumber daya data yang substansial untuk mendorong inisiatif keberlanjutan,” jelas Ashutosh. “Kami menganalisis data pembayaran dan perilaku konsumen untuk mendorong pilihan yang ramah lingkungan.”
Selain upaya-upaya yang telah disebutkan di atas, perusahaan ini juga sangat menekankan keberlanjutan rantai pasokan, memanfaatkan solusi digital untuk memberdayakan bisnis dalam memantau dan meningkatkan jejak lingkungan dari operasi mereka.
Selain itu, inisiatif mereka untuk menawarkan solusi identitas digital bagi populasi yang terpinggirkan bertujuan untuk memperkuat akses keuangan dan keberlanjutan dalam ekonomi digital. Mastercard telah menetapkan tujuan ambisius untuk mencapai netralitas karbon dalam operasinya di seluruh dunia pada tahun 2050 mendatang. Untuk mencapainya, mereka secara aktif mengintegrasikan praktik-praktik berkelanjutan dan teknologi canggih untuk secara signifikan mengurangi jejak karbon mereka.
Lebih jauh lagi, dalam praktiknya, mereka terlibat dalam proyek-proyek yang berfokus pada kota pintar dan keberlanjutan perkotaan. Inisiatif-inisiatif ini melibatkan kemitraan di masing-masing kota untuk menyebarkan solusi digital guna meningkatkan sistem transportasi dan mendukung keberlanjutan perkotaan. Selain itu, Mastercard berkomitmen untuk mendukung inisiatif pendidikan digital yang mengadvokasikan praktik-praktik berkelanjutan di kalangan individu dan bisnis.
Ashutosh mengakui bahwa menyesuaikan tujuan keberlanjutan dengan harapan pelanggan bisa menjadi tantangan akibat dari berbagai factor, contohnya seperti kurangnya kesadaran, prioritas yang saling bertentangan, dan biaya tinggi yang terkait dengan produk berkelanjutan. Untuk mengatasi hambatan ini, perusahaan harus menerapkan strategi komunikasi yang jelas dan mudah dipahami yang menyoroti manfaat bersama keberlanjutan, sambil memberikan insentif untuk membuat pilihan berkelanjutan.
Dia juga menyarankan bahwa mengatasi masalah keterbatasan ketersediaan produk memerlukan kerja sama yang erat dengan pemasok dan mitra, memperluas akses melalui berbagai cara, dan mempertimbangkan opsi penjualan online. Memastikan transparansi dalam rantai pasokan, beradaptasi dengan preferensi pelanggan yang berkembang, serta menunjukkan dampak keberlanjutan yang nyata dan dapat diukur adalah langkah-langkah kritis dalam mengatasi tantangan ini.
Membangun kepercayaan dengan menghindari greenwashing, menyesuaikan upaya keberlanjutan dengan preferensi lokal, dan secara proaktif melibatkan dan mendidik pelanggan melalui acara dan kolaborasi adalah strategi kunci untuk mencapai tujuan keberlanjutan dengan harapan pelanggan. Pada akhirnya, perusahaan yang memberi prioritas pada transparansi, pendidikan, dan kolaborasi dengan pelanggan lebih baik dalam membentuk komitmen bersama terhadap keberlanjutan dengan basis pelanggan mereka.
“Memastikan perjalanan pelanggan yang konsisten dan mulus melalui berbagai saluran dalam model hibrida memerlukan strategi yang terencana dengan baik,” jelas Ashutosh. “Hal ini tentu dimulai dengan melakukan tahap sentralisasi data pelanggan melalui sistem CRM, yang menjadi dasar untuk personalisasi.”
Signifikansi mengadopsi pendekatan omnichannel, yang melibatkan menjaga pesan, branding, dan standar layanan yang konsisten di kedua titik kontak fisik dan digital, tidak bisa diabaikan. Penting bagi integrasi teknologi untuk berjalan mulus, memungkinkan aliran data yang lancar antara saluran ini untuk memfasilitasi transisi yang mudah bagi pelanggan. Keseragaman dalam branding, desain, dan pesan ini berfungsi untuk memperkuat pengenalan merek dan membangun kepercayaan.
Dalam pandangan Ashutosh, personalisasi yang didorong oleh data pelanggan sangat penting, memastikan bahwa pelanggan merasa benar-benar dipahami dan dilayani dengan baik, terlepas dari saluran yang mereka pilih. Memberikan pengalaman dukungan pelanggan yang konsisten, baik melalui telepon, email, obrolan, atau interaksi langsung, tetap sangat penting.
Ashutosh menekankan bahwa optimisasi mobile sangat penting dalam lanskap bisnis saat ini. Pengalaman mobile harus sejalan dan sejajar dengan kualitas interaksi desktop. Selain itu, dia menekankan pentingnya pengumpulan umpan balik yang berkelanjutan dan perbaikan iteratif untuk memastikan bahwa pengalaman pelanggan terus berkembang dan meningkat.
Selain itu, Ashutosh menyoroti pentingnya langkah-langkah keamanan siber yang kokoh dan protokol privasi data yang ketat. Ini penting tidak hanya untuk melindungi informasi pelanggan yang sensitif, tetapi juga untuk menjaga dan memperkuat kepercayaan pelanggan dalam jangka panjang.


Dr Tung Whye Loon, Director, Data, AI & Research (SP Digital) di SP Group, berbicara tentang bagaimana SP Digital telah berhasil mengintegrasikan AI dan optimisasi data ke berbagai aspek operasinya, dengan mendapatkan banyak keuntungan.
Salah satu aplikasi yang patut dicatat adalah pemeliharaan berbasis prediksi, yang didorong oleh AI, yang memungkinkan SP Digital untuk mengantisipasi kerusakan peralatan dan melakukan pemeliharaan secara proaktif, sehingga mengurangi waktu tidak terjadwal dan memperkuat keandalan aset. Selain itu, penggunaan AI dalam peramalan permintaan dapat mengoptimalkan produksi dan distribusi, memastikan operasi yang efisien, dan mengurangi masalah seperti kekurangan atau kelebihan stok.
“Penggunaan AI dalam mendeteksi penipuan meningkatkan perlindungan pelanggan dan keamanan keuangan, sementara segmentasi pelanggan memungkinkan kampanye pemasaran yang lebih efektif melalui penargetan yang personal,” jelas Dr Tung.
SP Digital aktif menjelajahi aplikasi tambahan AI dan optimisasi data untuk terus meningkatkan operasinya. Hal ini meliputi penyederhanaan konsumsi energi melalui penggunaan AI untuk menjadwalkan produksi selama jam sibuk dan pelaksanaan program tanggapan permintaan untuk mengelola permintaan energi dengan lebih efisien.
Selain itu, ada potensi besar untuk meningkatkan layanan pelanggan melalui AI. Chatbot dan pembelajaran mesin dapat memainkan peran penting dalam menjawab pertanyaan pelanggan dengan cepat dan efisien, sambil juga mengidentifikasi risiko potensial.
Lebih jauh lagi, analisis data yang didukung oleh AI dapat berperan penting dalam memajukan inovasi. Ini dapat mengidentifikasi pola pelanggan dan menghasilkan ide-ide segar melalui pemrosesan bahasa alami, sehingga memfasilitasi pengembangan produk dan layanan inovatif.
Inisiatif-inisiatif tersebut menunjukkan komitmen SP Digital untuk memanfaatkan AI dan optimisasi data untuk mengubah operasinya dan meningkatkan nilai pelanggan, menurut Dr Tung.
Memanfaatkan potensi AI berskala besar untuk strategi berbasis data memerlukan pendekatan sistematis yang bertujuan untuk mengubah organisasi menjadi kekuatan berbasis data. Perjalanan ini dimulai dengan pengumpulan dan integrasi data yang teliti dari berbagai sumber, dengan fokus pada memastikan kualitas dan standardisasi data.
Penerapan analisis yang didukung oleh AI, termasuk pembelajaran mesin dan model prediktif, kemudian memainkan peran penting dalam mengungkapkan pola dan korelasi tersembunyi dalam dataset besar, menawarkan wawasan berharga yang penting untuk pengambilan keputusan yang berdasarkan informasi.
Selain itu, pendirian infrastruktur yang dapat diskalakan, seperti komputasi cloud dan komputasi edge, menjadi sangat penting untuk menampung volume data yang terus berkembang dan memfasilitasi analisis real-time. Praktik-praktik tata kelola data yang kuat, tindakan keamanan siber yang kokoh, dan kepatuhan yang teguh terhadap peraturan privasi data adalah elemen yang tidak dapat dihindari untuk menjaga integritas data dan keamanan sepanjang proses ini.
Dr Tung menekankan bahwa wawasan yang dapat diambil melalui visualisasi, pelaporan, dan pemberitahuan otomatis memungkinkan pemangku kepentingan untuk membuat keputusan yang berbasis data.
“Pembelajaran yang berkelanjutan, lingkaran umpan balik, dan budaya berbasis data memajukan perbaikan yang berkelanjutan, dengan kolaborasi lintas fungsi dan dampak yang dapat diukur mendorong adopsi strategi data yang didukung oleh AI,” katanya. “Pertimbangan etis memandu praktik AI dan data yang bertanggung jawab, memastikan penggunaan data dan teknologi AI yang etis di seluruh organisasi.”
Dalam lingkungan teknologi informasi yang membutuhkan sumber daya, mencapai keseimbangan yang harmonis antara inovasi dan keberlanjutan sangat penting. Hal ini dapat dicapai dengan merangkul pendekatan multi-faset yang mengatasi kemajuan teknologi dan tanggung jawab ekologis. Organisasi harus memberikan prioritas pada efisiensi energi dan sumber daya terbarukan untuk mendukung infrastruktur teknologi informasi mereka, didukung oleh teknik optimisasi pusat data yang mengurangi pemborosan sumber daya.
Dr Tung meyakini bahwa dengan mengadopsi komputasi cloud dan model hibrida memungkinkan alokasi sumber daya yang dinamis serta mengurangi konsumsi energi. “Prinsip-prinsip ekonomi sirkular mendorong penggunaan kembali dan daur ulang peralatan teknologi informasi, yang lebih lanjut dapat mengurangi dampak lingkungan.”
Selain itu, mendorong inovasi untuk keberlanjutan mempromosikan pengembangan solusi teknologi informasi hijau dan integrasi teknologi baru untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya. Strategi pengoptimalan dan pengelolaan data yang efektif mengurangi duplikasi data, mengarah pada persyaratan penyimpanan dan pemrosesan yang lebih rendah.
Dr Tung sangat yakin bahwa melibatkan cloud dalam praktik berkelanjutan dan secara teratur memantau indikator kinerja utama terkait keberlanjutan adalah dasar untuk membentuk budaya akuntabilitas dalam organisasi.
Dengan mematuhi peraturan lingkungan dan berkolaborasi dengan pemasok yang peduli lingkungan, organisasi memastikan bahwa keberlanjutan tetap menjadi fokus sentral dalam operasi teknologi informasi mereka. Komitmen terhadap keberlanjutan ini menggarisbawahi dedikasi organisasi terhadap kepemimpinan lingkungan yang bertanggung jawab.
Dengan menerapkan strategi ini, organisasi dapat seimbang antara tuntutan inovasi dan keberlanjutan dalam lingkungan teknologi informasi yang membutuhkan sumber daya, mengurangi dampak lingkungan mereka, dan berkontribusi pada masa depan yang lebih hijau dan bertanggung jawab.



Joseph Yang, Managing Director di Hewlett Packard Enterprise (HPE) di Singapura, mengungkapkan bahwa HPE menghadapi berbagai tantangan keberlanjutan dalam upayanya mencapai tujuan keberlanjutan. Salah satu perhatian utama adalah konsumsi energi yang substansial yang terkait dengan pusat data dan fasilitas manufakturnya.
Mengatasi masalah terkait energi ini adalah aspek penting dari misi keberlanjutan perusahaan. HPE telah berhasil menerapkan strategi untuk mengurangi konsumsi energi tanpa mengorbankan efisiensi operasional, sehingga mengurangi dampak lingkungannya.
Selain itu, sebagai perusahaan teknologi, HPE menghadapi tantangan dalam mengelola limbah elektronik (e-waste) yang berasal dari peralatan usang. Untuk mengatasi masalah ini dengan bertanggung jawab, HPE menekankan perlunya metode pembuangan dan daur ulang yang tepat untuk mengurangi dampak lingkungan yang terkait dengan pembuangan e-waste.
HPE menghadapi tantangan signifikan dalam inisiatif keberlanjutannya, termasuk kebutuhan untuk memastikan keberlanjutan rantai pasokannya yang luas. Ini mencakup sumber material yang bertanggung jawab dan praktik kerja yang etis, yang keduanya memerlukan manajemen dan pengawasan yang cermat.
Selain itu, HPE menghadapi tugas yang rumit untuk menyeimbangkan masalah privasi dan keamanan data dengan tujuan keberlanjutannya. Keseimbangan ini menyoroti kompleksitas upaya keberlanjutan HPE dikarenakan perusahaan berusaha mematuhi komitmen keberlanjutan sambil melindungi data sensitif dan memastikan tindakan keamanan siber yang kokoh.
Joseph mencatat bahwa HPE mengakui beberapa peluang keberlanjutan dalam operasinya. Salah satu jalur yang signifikan yaitu dengan merangkul teknologi yang efisien secara energi dan mengadopsi praktik berkelanjutan dalam pusat data dan fasilitasnya. Pendekatan ini memberikan peluang untuk mengurangi konsumsi energi tanpa mengorbankan performa. Hal ini tentu sejalan dengan komitmen HPE terhadap paradigma keberlanjutan.
Joseph yakin bahwa HPE dapat lebih memanfaatkan prinsip-prinsip ekonomi sirkular dengan merombak dan memanfaatkan kembali peralatan teknologi informasi lama, mempromosikan daur ulang, dan memperpanjang masa pakai produk. Berkolaborasi dengan pemasok dan mitra memungkinkan HPE untuk mendorong keberlanjutan dalam rantai pasokannya, mulai dari sumber material yang bertanggung jawab hingga emisi yang lebih rendah dalam logistik dan transportasi.
Dengan memanfaatkan keahlian teknologinya, HPE dapat menginovasi solusi teknologi informasi berkelanjutan, seperti server yang efisien secara energi dan penyimpanan data yang ramah lingkungan. Memanfaatkan analisis data dan kecerdasan buatan memungkinkan HPE untuk mengoptimalkan operasi keberlanjutan, termasuk pemeliharaan berbasis prediksi untuk mengurangi konsumsi energi dan perbaikan rantai pasokan yang didorong oleh data.
Keterlibatan HPE dengan pelanggan, melalui solusi teknologi informasi hijau dan layanan yang memuaskan yang sejalan dengan komitmen akan kepatuhan regulasi, dapat meningkatkan reputasi perusahaan sebagai organisasi yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
“Dengan mengatasi tantangan keberlanjutan dan memanfaatkan peluang, HPE berada dalam posisi yang baik untuk menyelaraskan tujuan bisnisnya dengan tanggung jawab lingkungan dan sosial,” simpul Joseph. “Pada akhirnya, kami berkontribusi pada masa depan yang lebih berkelanjutan dan peduli lingkungan bagi semua.”
Salam Penutup


Alexis Crowell Vice President and CTO, Sales, Marketing and Communications Group – Asia Pacific and Japan di Intel menekankan bahwa mengimplementasikan dan mengintegrasikan data di dalam organisasi adalah penting guna meningkatkan kepuasan pelanggan. Dengan riwayat data yang baik, pelayanan akan dapat lebih dipersonalisasi dan relevan dengan kebutuhan individu pelanggan. Hal ini juga memungkinkan organisasi untuk mengidentifikasi tren dan pola perilaku pelanggan yang dapat digunakan untuk mengembangkan strategi pemasaran yang lebih efektif.
Selain itu, data yang terintegrasi dengan baik memungkinkan organisasi untuk merespons cepat terhadap masalah atau keluhan pelanggan, yang dapat meningkatkan citra perusahaan dan membangun kepercayaan pelanggan. Hal yang perlu dicatat adalah bahwa pengelolaan data yang efisien juga dapat membantu organisasi mengoptimalkan proses internal mereka, mengurangi biaya operasional, dan meningkatkan efisiensi secara keseluruhan. Oleh karena itu, mengambil langkah-langkah untuk memastikan integritas dan kualitas data merupakan investasi yang berharga dalam pencapaian kesuksesan jangka panjang bagi organisasi.
Lebih lanjut, Crowell menekankan bahwa tidak ada yang tidak mungkin untuk dapat menyelaraskan organisasi berbasis data dengan keberlanjutan teknologi informasi. “Organisasi tidak perlu khawatir untuk tidak dapat mencapai keselarasan antara penggunaan teknologi informasi yang efisien dan berkelanjutan,” katanya. “Dengan komitmen yang tepat dan investasi yang cerdas, setiap organisasi dapat mengambil langkah-langkah menuju pengelolaan data yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.”
Crowell menjelaskan bahwa salah satu langkah pertama adalah mengidentifikasi area di mana organisasi dapat mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi untuk mengurangi jejak karbon mereka. Ini bisa melibatkan beralih ke sumber energi terbarukan untuk pusat data, mengadopsi praktik manajemen data yang lebih efisien, atau bahkan menggunakan komputasi awan yang lebih berkelanjutan.
Lebih lanjut, Crowell menjelaskan tentang pentingnya melibatkan seluruh organisasi dalam upaya berkelanjutan ini. “Ini bukan hanya tugas departemen teknologi informasi,” katanya. “Semua bagian organisasi harus terlibat dalam usaha ini, karena dampak dan manfaat dari keberlanjutan teknologi informasi akan dirasakan oleh seluruh organisasi.”
Dalam akhir sambutannya, Crowell menekankan bahwa sumber daya dan dukungan sudah tersedia untuk organisasi yang ingin bergerak menuju keberlanjutan teknologi informasi. “Ada banyak sumber daya dan panduan yang tersedia untuk membantu organisasi dalam perjalanan ini,” katanya. “Dan ini adalah langkah yang sangat penting untuk masa depan kita dan planet ini,” tutupnya.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
In a stirring address at the Emerging Enterprise Awards (EEA) 2023, Senior Minister of State Tan Kiat How underscored the pivotal role of continuous learning and skills acquisition in navigating the dynamic landscape of the modern world.
Emphasising that education should be viewed as a lifelong journey, extending beyond formal academic years, he articulated the need for individuals to adapt to the evolving demands of an ever-changing workplace.
Acknowledging the government’s commitment to supporting Singaporeans in this quest for perpetual learning, Tan Kiat How also appealed to business owners and industry leaders to create an enabling environment for employees to upgrade their skills. He highlighted the Forward Singapore report, a comprehensive guide to the nation’s major developmental shifts, urging those unfamiliar with it to explore its insights.
The Senior Minister of State asserted that embracing technology as a strategic enabler is integral to overcoming traditional constraints and enhancing competitiveness. He underscored Singapore’s pioneering role in digital technology adoption, dating back to the 1980s when the nation became one of the first in the world to integrate computers into its public service and workplaces.
Singapore places a paramount emphasis on the pivotal role of digitalisation in revolutionising its educational landscape. With a focus on enhancing learning experiences, fostering global competitiveness, and preparing students for the future workforce, the nation is embracing innovative teaching methods and personalised learning through advanced digital tools.
The integration of technology not only streamlines administrative processes but also facilitates seamless transitions between in-person and online learning models. This commitment to digitalisation reflects Singapore’s dedication to staying at the forefront of educational innovation, equipping students with essential technological skills for the evolving global landscape.
This commitment to technological advancement has persisted, forming the bedrock of Singapore’s digital foundation. Senior Minister Tan shed light on the government’s SMEs Go Digital programme, an initiative integrating emerging technologies like artificial intelligence (AI) and cloud services into Industry Digital Plans (IDPs).
These IDPs serve as roadmaps, guiding businesses across various sectors in adopting digital solutions and upskilling their workforce. In a recent example, the Tourism (Attractions) IDP incorporated AI to streamline workflows and provide data-driven insights, enhancing decision-making for attraction operators.
The government’s holistic approach extends beyond specific sectors, with a thorough examination of industry disciplines sector by sector. This involves updating strategies, incorporating emerging technologies, and ensuring that small and medium-sized enterprises (SMEs) can boost productivity and competitiveness while navigating the complexities of digital transformation.
Senior Minister Tan cited the Chief Information Security Officers-as-a-Service initiative, where cybersecurity consultants aid firms in enhancing cyber resilience through “check-ups” and tailored health plans.
Encouraging firms and networks to actively engage with these programmes, Senior Minister Tan emphasised the need for Singapore to embrace its agency in shaping its future. He urged the nation to leverage its strong foundation and the strategic roadmap outlined in Forward Singapore.
As Singapore charts its digital odyssey, the EEA 2023 serves as a platform not just for acknowledging achievements but for inspiring a collective commitment to a future where technological innovation and lifelong learning propel the nation to new heights.
The Senior Minister of State added that Singapore’s exceptionalism relies on collective ambition, hard work, and unity, ensuring that the nation continues to defy the odds and stand as a beacon on the global stage.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
Union Minister of State for Skill Development & Entrepreneurship and Electronics & IT Rajeev Chandrasekhar shared comprehensive insights into India’s tech landscape at the 26th Edition of the Bengaluru Tech Summit.
Minister Chandrasekhar navigated through a spectrum of crucial tech domains, unravelling India’s transformative journey and the role of entrepreneurship and innovation in the digital economy. He shed light on India’s burgeoning semiconductor industry, the transformative potential of AI, and the instrumental role of startups in shaping the nation’s economic future.
Minister Chandrasekhar reflected on the dynamic shift in India’s semiconductor narrative, echoing the sentiments articulated by India’s Prime Minister at the Semicon India 2023 Summit. He underscored the evolving perspective from “why India” to “when in India” and “why not in India.”
This transformation signifies the growing confidence and capabilities within India’s tech ecosystem, a testament to the nation’s progress in diverse domains such as AI, semiconductors, electronics, Web 3, supercomputing, and high-performance computing.
“Pre-2014, India’s semiconductor story was a series of missed opportunities,” reflected Minister Chandrasekhar while tracing the trajectory of the semiconductor industry’s evolution.
Despite lacking a design legacy, Minister Chandrasekhar emphasised India’s strides in the semiconductor sector. Acknowledging the catch-up game after missed opportunities, he highlighted India’s leapfrogging approach, skipping a generation to explore novel opportunities for the next decade.
The focus on talent, design, packaging, and research has propelled India towards becoming a significant player in the global semiconductor ecosystem, marking a definitive trajectory of growth.
Minister Chandrasekhar reiterated India’s emphasis on harnessing AI’s transformative power resonates deeply with India’s commitment to leveraging cutting-edge technology for societal betterment and enhanced living standards across diverse segments of the population.
“We believe that AI when harnessed correctly, can transform healthcare, agriculture, governance and language translation”: MoS Rajeev Chandrasekhar
By integrating AI technologies into these sectors, the aim is to revolutionise service delivery, streamline operations, and democratise access to advanced services for all citizens. However, he also addressed the inherent risks posed by the potential misuse of AI by bad actors, stressing the need for legislative guardrails to ensure safety and trust in AI applications. Aligning with global sentiments, Chandrasekhar highlighted the necessity for regulatory frameworks to prevent misuse and foster ethical AI deployment.
“The world is now aligning with India’s view that we need guardrails of safety and trust for the Internet,” he said.
In an increasingly tech-dependant world, Mnster Chnadrashekhar believes that innovation and entrepreneurship are vital – startups are the pillars of India’s tech evolution. Elaborating on India’s startup landscape, Minister Chandrasekhar showcased the pivotal role played by startups since 2014, citing the emergence of 102 unicorns and a substantial influx of FDI.
He emphasised how startups are not just economic entities but integral components of India’s tech vision, contributing significantly to the digital economy’s $1 trillion goal. With a focus on nurturing the futureDESIGN DLI startups, Chandrasekhar envisaged their potential to become the unicorns of tomorrow, driving innovation across AI, semiconductors, and next-gen electronic systems.
Minister Chandrasekhar’s insights underscore India’s rapid tech evolution, emphasising the nation’s strides in semiconductors, the transformative impact of AI, and the pivotal role of startups. As India charts its course towards a $1 trillion digital economy, its vision encapsulates the imperative of regulatory frameworks, innovative strides, and collaborative efforts in harnessing technology for inclusive growth and global relevance.
OpenGov Asia reported that Minister Chandrasekhar, who spoke at two influential tech events: the Indian Express Digifraud & Safety Summit 2023 and YourStory Techsparks’23, expressed similar views on India’s technological advancements, regulatory policies, and the nation’s promising future in the global tech landscape.
At these tech summits, Minister Rajeev Chandrasekhar outlined India’s ambitious technological trajectory, reinforcing the government’s dedication to fostering innovation, ensuring a safe digital environment, and harnessing the transformative power of technology for the nation’s progress.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
Collaboration with other entities is paramount in this digital era. Especially in the healthcare sector, having a robust digital infrastructure and leveraging technological advancements is crucial for effective cancer control. With the robust infrastructure established through collaboration, the Manatū Hauora’s Polynesian Health Corridors (PHC) programme is well-positioned to pioneer innovative approaches to cancer prevention, diagnosis, and treatment.
This initiative is a collaborative effort between PHC and critical partners, including Te Aka Mātauranga Matepukupuku (Cancer Research Centre) and Te Poutoko Ora a Kiwa (Centre for Pacific and Global Health), housed within Waipapa Taumata Rau at The University of Auckland. The programme spans six partner countries: the Cook Islands, Niue, Tokelau, Samoa, Tonga, and Tuvalu.
Recognising the need for effective cancer control measures, Polynesian health leaders have identified cancer control as a top priority and a focal point for the PHC programme. During the design phase led by Waipapa Taumata Rau (University of Auckland), collaborative efforts are being made to shape the cancer control programme in alignment with the healthcare landscapes of each partner country. This inclusive approach ensures that the programme is tailored to address specific regional needs and challenges.
As part of the broader initiative, PHC aims to support the six partner countries in the seamless implementation of planned activities, emphasising integrating these initiatives into the New Zealand Health System. The design phase is anticipated to be substantially completed by mid-next year, paving the way for the subsequent steps in the programme’s execution.
Established in 2020, the Polynesian Health Corridors (PHC) programme operates under the auspices of the New Zealand Ministry of Foreign Affairs and Trade (MFAT). It was conceived to fortify the ties between Aotearoa, New Zealand’s robust health system and its partner countries. PHC operates within the Global Health Group at the Public Health Agency|Te Pou Hauora Tūmatanui, a division of Manatū Hauora.
The collaboration with partners such as Te Aka Mātauranga Matepukupuku and Te Poutoko Ora a Kiwa underscores the commitment of the PHC programme to leverage collective expertise and resources for the benefit of Polynesia. The emphasis on a multi-year cancer control programme reflects a forward-thinking approach to addressing the complex challenges of cancer within the region.
The multifaceted design of the cancer control initiative encompasses a spectrum of considerations, including early detection strategies, treatment modalities, and holistic support systems for affected individuals and their families. By actively involving partner countries in the design phase, PHC ensures that the programme aligns with the cultural nuances and healthcare infrastructures unique to each Polynesian nation.
In addition to its primary focus on cancer control, the PHC programme signifies a broader commitment to strengthening healthcare ties between Aotearoa, New Zealand and its Polynesian partners. The strategic collaboration with Waipapa Taumata Rau, a leading health research and education institution, adds a dimension to the initiative. Waipapa Taumata Rau’s expertise is instrumental in shaping the design phase of the cancer control programme, contributing evidence-based insights and leveraging its research capabilities.
As the design phase progresses, PHC anticipates a pivotal role in supporting the implementation of planned activities, fostering collaboration between partner countries, and facilitating seamless integration into the New Zealand Health System. The interconnected nature of this initiative underscores the importance of global cooperation and shared knowledge in tackling complex health challenges.
This initiative exemplifies the power of international cooperation in addressing pressing health concerns and sets a precedent for future collaborations in global health. The PHC programme’s collaborative efforts extend beyond regional boundaries, fostering a shared knowledge and resources model that transcends geopolitical constraints. As the design phase unfolds, the programme’s commitment to inclusivity and accessibility remains central to its vision for transforming cancer control in Polynesia.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
In emphasising the importance of inclusivity, technology must cater to individuals with physical impairments who face challenges in using traditional input devices like mice and keyboards, which often leads to their exclusion from technical professions.


To foster inclusive accessibility, multiple alternative methods should be actively identified and implemented to facilitate individuals with physical impairments to engage in coding activities. The evolution of these alternative input methods signifies a positive shift towards a more inclusive and accessible technological landscape.
In an initiative to encourage digital inclusion and technological education, a KidBright Workshop has targeted students and teachers from 10 schools catering to children with disabilities. This workshop showcased the power of the KidBright AI Platform in guiding participants to construct embedded system projects.
Dr Patchralita Chatwalitpong, The National Science and Technology Development Agency (NSTDA) Vice President for Science and Technology Human Resources Development, emphasised the significance of advancing science and technology education among disabled individuals. “Disabilities children also have the right to gain knowledge in this digital realm. Physically impairment is not merely the obstacle for it,” she addressed.
KidBright, a coding learning tool developed by NECTEC-NSTDA, emerged as a beacon of innovation. As an open-source embedded programming platform, KidBright enables children to learn coding through its embedded board and KidBright Integrated Development Environment programme (KidBright IDE). The platform’s accessibility and user-friendly interface empower young learners to delve into coding seamlessly.
The genesis of this impactful project traces back to 2018, when NSTDA initiated a pioneering effort to promote coding skills specifically tailored for children with disabilities. From 2018 to 2020, KidBright boards and UtuNoi STATION packages were distributed across these schools, accompanied by a series of workshops for both students and teachers. These workshops provided comprehensive training on programming KidBright boards and equipped participants with the skills to create embedded system projects.
The inclusion of data science knowledge in 2019 and 2020 further enriched the project, empowering educators and students to devise innovative solutions catering to the needs of people with disabilities. Notably, several of these inventive creations garnered accolades in innovation contests.
The project’s trajectory leapt in 2023 with a strategic expansion into artificial intelligence (AI). This follow-up session spotlighted the development of science projects utilising the KidBright AI Platform. Led by the adept Educational Technology Research Team and spearheaded by Dr Saowaluck Kaewkamnerd, this workshop aimed to deepen participants’ understanding of AI and encourage the creation of innovative projects with real-world applications.
This multifaceted project exemplifies the commitment to advancing education in emerging technologies and ensuring inclusivity in digital literacy. Integrating coding, embedded systems, data science, and AI into the curriculum empowers students, especially those with disabilities, to become adept in the digital landscape. The KidBright AI Platform catalyses nurturing creativity, problem-solving skills, and a passion for technology among the younger generation, transcending barriers and fostering a more inclusive and technologically literate society.
Further, the recognition of inclusivity has gained global attention, exemplified by its acknowledgement in the United States. The Alliance for Access, the Computing Career Centre from Washington University, outlined several approaches that can enhance programming accessibility for students with diverse disabilities. To illustrate:
- Clear Instructions and Examples: Providing clear instructions and relevant examples universally benefits all students, promoting a better understanding of programming concepts.
- Speech Input Software: Students who face challenges with conventional keyboards can leverage speech input software.
- Macro-Writing Programmes: Utilising a macro-writing programme for individuals with mobility impairments becomes invaluable. This programme facilitates the creation of shortcuts, simplifying the typing process.
- IDE Features: Integrated development environments (IDEs) may incorporate features specifically beneficial for students with disabilities.
- Word or Syntax Auto-Completion: Predictive typing assists users by anticipating their input.
- Syntax Highlighting: Color-coded representation of typed code enhances visual distinction.
- Variable Name Highlighting: Ensures consistent spelling of variable names.
- Inline Spell-Check: This feature can benefit some students, promoting accurate coding.
By highlighting and implementing this in the programming environment among disabled children in Thailand, educators can create a more inclusive and supportive learning experience for students with disabilities, not only enhancing the knowledge of students but also fostering inclusivity and equality.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
Singapore’s Senior Minister of State for Defence, Heng Chee How, and Senior Minister of State for Communications and Information and Health, Dr Janil Puthucheary, recently visited the Critical Infrastructure Defence Exercise (CIDeX) 2023, underscoring the government’s commitment to fortifying national cybersecurity.


The exercise, held at the National University of Singapore School of Computing, witnessed over 200 participants engaging in operational technology (OT) critical infrastructure defence training.
Organised by the Digital and Intelligence Service (DIS) and the Cyber Security Agency of Singapore (CSA), with support from iTrust/SUTD and the National Cybersecurity R&D Laboratory (NCL), CIDeX 2023 marked a collaborative effort to enhance Whole-Of-Government (WoG) cyber capabilities. The exercise focused on detecting and countering cyber threats to both Information Technology (IT) and OT networks governing critical infrastructure sectors.
This year’s edition boasted participation from DIS, CSA, and 24 other national agencies across six Critical Information Infrastructure (CII) sectors. With an expanded digital infrastructure comprising six enterprise IT networks and three new OT testbeds, participants operated on six OT testbeds within key sectors—power, water, telecom, and aviation.
CIDeX 2023 featured Blue Teams, composed of national agency participants serving as cyber defenders, defending their digital infrastructure against simulated cyber-attacks launched by a composite Red Team comprising DIS, CSA, DSTA, and IMDA personnel. The exercises simulated attacks on both IT and OT networks, including scenarios such as overloading an airport substation, disrupting water distribution, and shutting down a gas plant.
The exercise provided a platform for participants to hone their technical competencies, enhance collaboration, and share expertise across agencies. Before CIDeX, participants underwent a five-day hands-on training programme at the Singapore Armed Forces (SAF)’s Cyber Defence Test and Evaluation Centre (CyTEC) at Stagmont Camp, ensuring readiness for cyber defence challenges.
On the sidelines of CIDeX 2023, the DIS solidified cyber collaboration by signing Memorandums of Understanding (MoUs) with key technology sector partners, expanding its partnerships beyond the earlier agreement with Microsoft earlier in the year.
Senior Minister Heng emphasised the importance of inter-agency cooperation, stating, “CIDeX is a platform where we bring together many agencies throughout the government to come together to learn how to defend together.” He highlighted the collective effort involving 26 agencies and over 200 participants, acknowledging the significance of unity in cybersecurity.
Dr Janil echoed this sentiment, emphasising CIDeX’s role in the Whole-of-Government (WoG) cyber defence effort. He remarked, “Defending Singapore’s cyberspace is not an easy task, and it is a team effort.”
He commended the strong partnership between the Cyber Security Agency of Singapore and the Digital and Intelligence Service, recognising the exercise as a crucial element in strengthening the nation’s digital resilience and national cybersecurity posture.
By leveraging collaboration, innovation, and a robust defence strategy, Singapore aims not just to protect its critical infrastructure but to set a global standard in cybersecurity practices.
CIDeX 2023 serves as a compelling embodiment of Singapore’s unwavering dedication to maintaining a leadership position in cybersecurity practices. This strategic exercise underscores the nation’s commitment to cultivating collaboration and fortifying its resilience against continually evolving cyber threats.
Beyond a training ground for sharpening the skills of cyber defenders, CIDeX 2023 encapsulates the government’s profound commitment to adopting a robust, collaborative, and forward-thinking approach to safeguarding the integrity and security of the nation’s critical infrastructure in the dynamic landscape of the digital age.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
The Cyberport Entrepreneurship Programmes’ 20th Anniversary Celebration and Graduation Ceremony was a major event attended by notable personalities, distinguished guests and budding innovators.
Cyberport is Hong Kong’s digital technology flagship and incubator for entrepreneurship with over 2,000 members including over 900 onsite and close to 1,100 offsite start-ups and technology companies. It is managed by Hong Kong Cyberport Management Company Limited, wholly owned by the Hong Kong SAR Government.
With a vision to become Hong Kong’s digital technology hub and stimulate a fresh economic impetus, Cyberport is dedicated to cultivating a dynamic tech environment. This commitment involves nurturing talent, encouraging youth entrepreneurship, aiding startups, fostering industry growth through strategic partnerships with local and international entities, and driving digital transformation across public and private sectors, bridging new and traditional economies.


Professor Sun Dong, the Secretary for Innovation, Technology, and Industry, Hong Kong highlighted Cyberport’s incredible journey and the achievements of its vibrant community. Expressing his delight in commemorating Cyberport’s two-decade-long legacy, he emphasised the institution’s pivotal role as an ICT powerhouse in Hong Kong.
From its humble beginnings to its present stature, Cyberport has emerged as a catalyst for innovation, nurturing over 2,000 technology companies and startups and showcasing an exponential growth rate over the past five years.
Cyberport’s community has attracted a staggering US$38 billion of investment, marking its significance as an ICT flagship in Hong Kong. The establishment takes pride in its contribution to nurturing numerous innovative ideas and fostering dynamic business ventures, with seven notable unicorns in fintech, smart living, and digital entertainment sectors.
Cyberport excelled at the prestigious Hong Kong ICT Awards, with 25 startups securing 28 accolades, including the esteemed Award of the Year. This achievement showcased the institution’s exceptional calibre and innovation prowess nurtured within its ecosystem.
Acknowledging the pivotal role of startups in Cyberport’s success story, Professor Sun Dong shared how these young enterprises, often starting with a simple idea at a small table, grow in tandem with Cyberport’s support. The institution provides not just financial aid but also a nurturing environment where entrepreneurs can leverage extensive networks, collaborative spaces, and expert guidance to cultivate their ideas into commercial successes.
The graduation of more than 200 startups from the Entrepreneurship Programme stood as a testament to Cyberport’s commitment to fostering entrepreneurial talent. This initiative empowers startups to translate their ideas into tangible commercial solutions and market breakthroughs, laying the foundation for their future success.
Looking ahead, Professor Sun Dong outlined Cyberport’s exciting plans, including the upcoming expansion block slated for completion in two years, aimed at providing additional space for the community’s development. He also highlighted Cyberport’s initiative to establish the Artificial Intelligence Supercomputing Centre, a pioneering endeavour set to commence in 2024, envisioned to be a pioneering and substantial facility in Hong Kong.
Cyberport’s extraordinary journey showcases significant achievements while charting a promising future, embodying the core values of innovation, collaboration, and collective growth.
Professor Sun expressed gratitude on behalf of the Government, acknowledging their hard work and contributions to the tech ecosystem emphasising the importance of collective participation for a better future.
The vibrant success of events like the Cyberport Venture Capital Forum 2023 resonates with Cyberport’s commitment to fostering innovation and collaboration, further cementing its role as a catalyst for technological advancement and entrepreneurial growth in Hong Kong.
The Cyberport Venture Capital Forum (CVCF) 2023 saw a turnout of over 2,500 participants during its two-day hybrid event. Themed “Venture Forward: Game Changing through Innovation,” the forum convened 80 global visionary venture experts, entrepreneurial pioneers, and influential thinkers. With more than 120,000 page views and over 300 fundraising meetings facilitated, it solidified its position as a pivotal platform fostering networking and collaborative opportunities.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
In a significant stride towards technological innovation and sustainable development, the Department of Scientific & Industrial Research (DSIR) and The Energy and Resources Institute (TERI) have joined forces to revolutionise India’s construction and wastewater treatment sectors.


This pioneering collaboration under the “Access to Knowledge for Technology Development and Dissemination (A2K+) Studies” Scheme of DSIR is aimed at aligning with India’s Smart Cities Mission and its ambitious commitment to achieving net-zero emissions by 2070.
DSIR’s allocation of two crucial research studies to TERI signifies a pivotal step in bridging the informational gap on advanced building materials, designs for energy efficiency, and the assessment of membrane-based sewage wastewater treatment systems for reuse and recycling.
A significant milestone in this partnership was marked by a high-profile Stakeholder Consultant Meeting held at the prestigious India Habitat Center in New Delhi. Attended by key decision-makers, esteemed experts from academia, industry leaders, and policymakers, this event became a platform for insightful discussions and collaborations.
Dr Sujata Chaklanobis, Scientist ‘G’ and Head of A2K+ Studies at DSIR, emphasised the importance of promoting industrial research for indigenous technology development, utilisation, and transfer in her address. Her words underscored the crucial role of research and innovation in fostering sustainable technological advancements.
Mr Sanjay Seth, Senior Director of TERI’s Sustainable Infrastructure Programme highlighted India’s commitment to carbon neutrality by 2070. He stressed the imperative integration of cutting-edge technologies and innovative designs in buildings to significantly reduce energy consumption, a key step towards a sustainable, low-carbon future.
The first session of the consultation centred on leveraging emerging technologies and innovative solutions for advanced building design to enhance energy efficiency. Experts from various domains provided insightful suggestions and information, fostering dialogue on energy-efficient building designs and sustainable construction practices.
The second session delved into the current status and prospects of membrane technologies in India for sewage treatment. Insights from academia, including professors from prestigious institutions, shed light on research gaps and opportunities for commercialisation in the domain of membrane-based technologies.
Industry experts also provided valuable perspectives on the current membrane market, innovations, and opportunities, creating a comprehensive understanding of the landscape and paving the way for future developments.
The amalgamation of insights from academia, industry, and end-users enriched the discussions, providing a roadmap for future innovation and development in these critical sectors. The event culminated with a commitment from both DSIR and TERI to embark on an innovation journey, heralding a sustainable and resilient future for India.
The DSIR-TERI collaborative consultation stands as a beacon of transformative progress in advancing sustainable building practices and sewage treatment technologies. It underscores the power of partnership in driving technological evolution for a more sustainable tomorrow.
India’s ambitions intertwine technological progress with a steadffast commitment to sustainability, envisioning a future where innovation not only drives economic growth but also champions environmental stewardship.
Through strategic initiatives and cooperation, India aims to leverage cutting-edge technologies to address pressing global challenges, ensuring a harmonious balance between technological advancement, environmental preservation, and societal well-being.
NITI Aayog, in collaboration with CSIRO, Australia’s national science agency, initiated the India Australia Rapid Innovation and Startup Expansion (RISE) Accelerator under the Atal Innovation Mission (AIM) to bolster circular economy startups from both countries, fostering innovation and entrepreneurship.
The Indian Institute of Technology Kanpur (IIT-Kanpur) and the African-Asian Rural Development Organisation (AARDO) jointly organised an international training programme, focused on exploring the application of nanotechnology in promoting plant growth and crop protection for sustainable agriculture.
According to an IIT-Kanpur statement, the programme served as a forum for experts from diverse fields to discuss and deliberate on solutions to meet the urgent global challenge of achieving food security and promoting sustainability in agriculture.