
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
Dalam wawancara eksklusif dengan OpenGov Asia, John Mackenney, seorang ahli dalam inisiatif pemerintah dan transformasi digital, memberikan pemahamannya terkait perubahan lanskap layanan sektor publik dan kepuasan masyarakat.
John menggambarkan perubahan yang telah diamati sejak pandemi COVID-19 dan mengeksplorasi kerangka kerja yang sedang berkembang di Asia Tenggara dalam konteks inisiatif pemerintah. Dia menyoroti pentingnya menyusun kembali prioritas dan menekankan efisiensi di sektor publik. Dia juga mencatat bahwa pemahaman yang lebih mendalam tentang dampak ekonomi dari digitalisasi semakin diperlukan.
John menganggap dampak COVID-19 menjadi titik puncak yang menjadi inisiatif pemerintah sebagai pendorong utama perubahan, yaitu mendorong transformasi digital secara cepat di berbagai sektor. Dia mengakui pentingnya pandemi ini dalam membentuk agenda pemerintah, tetapi juga mencatat pergeseran fokus yang signifikan. Terjadi perubahan dalam prioritas, dengan penekanan yang semakin besar pada pencapaian efisiensi di sektor publik.
John menyoroti lonjakan awal investasi pemerintah dan cepatnya implementasi yang terjadi selama puncak pandemi. Namun, seiring dengan berkurangnya krisis segera, pemerintah di seluruh dunia mulai mengevaluasi kembali strategi dan anggaran mereka. Perubahan ini menyebabkan penyesuaian proyek dan penilaian ulang proposisi nilai dari inisiatif digital di sektor publik.
“Pemerintah harus lebih memahami konsekuensi ekonomi dari eksklusi dan berinvestasi sesuai dengan pemahaman tersebut, karena ketiadaan pemahaman semacam itu dapat menghambat kemajuan,” jelas John.
Dalam meninjau perjalanan selama ini, terlihat bahwa fokus ke dalam yang jelas telah muncul pada era pasca-COVID-19. Pemerintah kini aktif mencari cara untuk mengoptimalkan operasi di sektor publik. Meskipun kembali ke kantor fisik mungkin tidak universal, pengaturan kerja fleksibel semakin mendapatkan perhatian. Fleksibilitas ini sejalan dengan tujuan yang lebih luas untuk meningkatkan efisiensi di dalam lembaga pemerintah.
Tren yang teramati dalam program transformasi di sektor publik adalah perlambatan dari kecepatan awal. Perlambatan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kendala anggaran dan kebutuhan untuk pemahaman yang lebih komprehensif tentang nilai yang dapat dibawa oleh digitalisasi.
Salah satu poin kritis adalah proposisi nilai yang berkembang dari kerangka kerja pemerintah digital. Sementara pesan awal berfokus pada penghematan waktu bagi masyarakat dan proses yang efisien, ada kebutuhan yang semakin mendesak untuk memahami lebih dalam dampak ekonomi dari inisiatif-inisiatif ini. Ketidakpahaman yang komprehensif tentang pendorong dan manfaat ekonomi dari digitalisasi dapat menghambat investasi dan menghambat kemajuan potensial.
Untuk mengilustrasikan ini, John menggunakan contoh inklusi dan mencapai populasi yang terpinggirkan. Sementara pemerintah mengakui pentingnya inklusi, dia menekankan pentingnya menguantifikasi biaya ekonomi dari eksklusi. Dengan menghitung implikasi ekonomi dari tidak menyertakan segmen masyarakat tertentu, pemerintah dapat lebih baik memahami potensi keuntungan dari upaya-upaya digitalisasi.
John menekankan pentingnya pengukuran dalam mendorong perubahan. Dia menyoroti kebutuhan akan pengukuran yang akurat untuk membenarkan alokasi sumber daya ke inisiatif-inisiatif digital. Dia membandingkan situasi di Australia dan Selandia Baru, di mana perubahan gaya hidup telah mendorong pergeseran dalam pendekatan pemerintah, dengan situasi di Asia Tenggara, di mana kembali ke norma pra-pandemi telah memicu peningkatan antrian dan kemacetan.
Tanpa pemahaman menyeluruh tentang manfaat digitalisasi, pemerintah berisiko kembali ke model operasi yang lebih lama dan kurang efisien. Dengan mengukur dan menguantifikasi keuntungan dan kerugian ekonomi yang terkait dengan inisiatif digital, pemerintah dapat membuat keputusan yang berdasar dan terus maju menuju layanan publik yang efisien dan inklusif.
“Perjalanan menuju digitalisasi dalam layanan pemerintah tidak hanya berfokus pada kenyamanan. Namun, hal ini juga melibatkan pengakuan dan pengurangan biaya tersembunyi yang timbul dari ketidakefisienan,” ujar John.
Ketika mempertimbangkan dampak ekonomi yang signifikan dari layanan publik yang tidak efektif bagi masyarakat dan ekonomi secara keseluruhan, menjadi jelas bahwa tugas-tugas yang mungkin tampak sepele seperti menunggu telepon di garis dan mengantri untuk layanan pemerintah memiliki biaya tersembunyi yang melampaui sekadar ketidaknyamanan.
Para ahli sering kali meremehkan dampak saluran layanan tradisional seperti pusat panggilan dan kunjungan langsung terhadap waktu dan produktivitas masyarakat. John memperkuat pandangan ini dengan menghadirkan skenario di mana tugas yang tampaknya cepat bisa berubah menjadi waktu yang terbuang sia-sia. Menunggu di telepon, diikuti dengan menjelaskan masalah kepada agen layanan masyarakat dan kemungkinan menangani lebih banyak persyaratan setelahnya, semakin memperburuk ketidaknyamanan.
Dalam kasus-kasus seperti itu, penting untuk menilai biaya ekonomi nyata dari pengiriman layanan yang tidak efektif. Sementara waktu yang langsung dihabiskan untuk menunggu dan menyelesaikan tugas sudah terhitung besar, John menekankan bahwa konsekuensi lebih luas bahkan lebih signifikan.
Sebagai contoh, seseorang yang harus mengunjungi kantor pemerintah tidak hanya menginvestasikan waktu dalam tugas itu sendiri, tetapi juga menghadapi biaya tidak langsung yang terkait dengan perjalanan, menunggu dalam antrian, dan kemungkinan mengambil cuti dari pekerjaan.
Dampak ekonomi meluas di luar pengalaman individu, terutama di wilayah-wilayah dengan kemacetan lalu lintas atau lokasi terpencil. Dalam situasi seperti ini, efeknya menjadi lebih luas dengan beberapa individu mengalami peningkatan biaya terkait waktu dua atau tiga kali lipat. Dengan demikian, hal ini mengakibatkan penundaan dalam mengakses layanan penting, menghambat efisiensi ekonomi, dan mencegah individu untuk berkontribusi sepenuhnya pada masyarakat.
John mencatat situasi yang mengkhawatirkan: yang paling terdampak oleh ketidaknyamanan ini adalah anggota rentan masyarakat – individu yang sebenarnya diharapkan mendapatkan manfaat dari inisiatif pemerintah. Ironi ini menekankan urgensi dalam penanganan masalah ini. Dampaknya termasuk motivasi yang berkurang, penundaan dalam mengakses perawatan kesehatan, dan penurunan produktivitas ekonomi bagi mereka yang paling membutuhkan dukungan. Mengalihkan fokus pada peran pemerintah menjadi sangat penting untuk memahami hambatan signifikan yang dihadapi orang saat beralih ke pengiriman layanan digital. John menekankan bahwa kurangnya pemahaman dan pengukuran beban ekonomi berperan sebagai penghalang kemajuan yang berarti. Tanpa mengukur seluruh dampak, pemerintah tanpa disadari menginvestasikan sumber daya dalam mengatasi tantangan yang salah atau mendistribusikan dana dengan tidak efisien.
Pemerintah harus memahami keseluruhan kerangka biaya-pelayanan. Ini melibatkan pengukuran kerugian ekonomi yang berasal dari layanan yang tidak efisien dan menyadari bahwa kerugian tersebut sering kali jauh lebih tinggi secara tidak proporsional bagi kelompok-kelompok yang terpinggirkan. Dengan wawasan ini, pemerintah dapat menyesuaikan inisiatif digital mereka untuk lebih efektif dalam mengatasi masalah-masalah paling mendesak, akhirnya meringankan beban bagi masyarakat dan ekonomi.
Menavigasi lanskap rumit inisiatif pemerintah digital, John menguraikan kriteria mendasar yang menggambarkan keberhasilan upaya semacam itu. Kriteria-kriteria ini memberikan wawasan tentang faktor-faktor yang berkontribusi pada tantangan besar dalam meningkatkan kepuasan masyarakat melalui layanan digital yang efisien.
Menurut John, dasar keberhasilan inisiatif pemerintah digital adalah pendekatan yang berorientasi pada masyarakat. Hal ini melibatkan pembuatan layanan berdasarkan tugas-tugas khusus yang ingin diselesaikan oleh masyarakat negara, daripada sejalan dengan prosedur internal pemerintah. Pendekatan ini memberi prioritas pada kebutuhan pengguna, meningkatkan pengalaman layanan secara keseluruhan.
Dengan tegas, John menekankan pentingnya responsibilitas mobile. Di era digital saat ini, di mana akses melalui ponsel merajalela, layanan harus beroperasi dengan lancar di perangkat mobile. Kecakapan ini memastikan aksesibilitas ke audiens yang lebih luas.
Selain itu, kecepatan dan efisiensi platform sangat penting. Terlepas dari lokasi geografis atau kemampuan jaringan, layanan harus memberikan kecepatan dan kinerja optimal, sehingga memungkinkan pengguna berinteraksi tanpa hambatan.
Mengakui keragaman masyarakat, John menekankan peran kunci aksesibilitas dan kemudahan membaca. Hal ini sangat penting dalam lingkungan yang beragam, di mana informasi harus dimengerti oleh berbagai audiens. Ini adalah atribut-atribut yang secara bersama-sama berkontribusi pada pelaksanaan yang berhasil dari inisiatif pemerintah digital.
Mackenney memberikan wawasan tentang inisiatif pemerintah digital yang berdampak dan telah menetapkan standar baru dalam meningkatkan kepuasan masyarakat:
Enhanced My Gov Programme (Australia): Inisiatif ini bertransformasi dari ekosistem terdistribusi menjadi platform terpadu yang menawarkan informasi peristiwa kehidupan penting. Masyarakat dapat mengakses transaksi, menjelajahi layanan pemerintah, dan mengelola tugas dengan lancar dari perangkat mobile mereka. Transisi ini didorong oleh agregasi, desain yang berorientasi pada masyarakat, dan pendekatan berbasis mobile.
Services NSW (New South Wales, Australia): Keberhasilan Services NSW berasal dari integrasi pengalaman online dan offline. Inisiatif ini tidak hanya menyediakan alat digital tetapi juga mempromosikan literasi digital di antara masyarakat. Personalisasi memainkan peran penting, memastikan layanan dan informasi yang disesuaikan untuk berbagai kelompok pengguna, akhirnya meningkatkan pengalaman pengguna.
Pemerintah Kanada: Dengan 42 departemen pemerintah yang digabungkan ke dalam satu platform, inisiatif Kanada menyederhanakan akses masyarakat ke berbagai informasi dan layanan pemerintah. Pendekatan terpusat ini membantu masyarakat dalam menjalani peristiwa penting dalam hidup mereka, sementara kemampuan platform tersebut berkontribusi pada peningkatan pengalaman pengguna.
“Selain elemen-elemen penting dalam digitalisasi pemerintah, ada aspek penting yang tidak boleh diabaikan – pengukuran,” tegas John. Pengukuran efektif melibatkan beberapa faktor kunci. Pertama, melibatkan penilaian terhadap Net Promoter Score (NPS) dan secara rutin meminta umpan balik dari pengguna untuk mengukur efektivitas konten dan layanan digital.
Namun, lebih dari sekadar umpan balik, pemerintah harus melakukan pengujian komprehensif. Ini termasuk mengevaluasi kecepatan muat situs web, memastikan kinerja optimal bahkan dalam kondisi jaringan yang beragam. Selain itu, ini melibatkan pengujian dalam menemukan konten melalui mesin pencari, meningkatkan aksesibilitas pengguna.
John mengakui tantangan yang akan dihadapi pemerintah dalam beralih ke layanan digital yang efisien. Dia menyoroti persistensi operasi terpisah di dalam departemen pemerintah dan perlunya keselarasan komprehensif seputar kebutuhan masyarakat. Selain itu, dia menekankan pentingnya melatih ulang sektor publik untuk memberi keterampilan digital yang diperlukan untuk melayani masyarakat dengan efektif di era digital.
John menjelaskan bahwa personalisasi adalah sebuah istilah yang sering memicu perdebatan di lingkaran pemerintahan. Namun, ketika dikupas hingga ke intinya, personalisasi berkisar pada kesederhanaan dan efisiensi. Berbeda dengan platform lain, seperti media dan hiburan, di mana tujuannya adalah menjaga pengguna terlibat dalam jangka waktu lebih lama, pengalaman pemerintah yang berhasil adalah ketika masyarakat dapat dengan cepat mengakses apa yang mereka butuhkan dan kemudian melanjutkan kehidupan mereka.
“Pada intinya, personalisasi dalam pemerintahan adalah tentang memberikan waktu berharga kepada masyarakat dalam keseharian mereka, sehingga memungkinkan mereka fokus pada keluarga, pekerjaan, dan kontribusi terhadap ekonomi,” jelas John.
Melihat ke depan dua hingga tiga tahun mendatang, John membagikan pandangannya tentang tren dan inovasi yang kemungkinan besar akan memiliki dampak signifikan pada kepuasan masyarakat dan penyelenggaraan layanan pemerintah, di antaranya adalah:
Integrasi Kecerdasan Buatan ke Dalam Alat Sehari-hari: Integrasi kecerdasan buatan (AI) dan kemampuan Generative AI ke dalam alat-alat dan teknologi sehari-hari akan mengubah cara orang berinteraksi dengan informasi. Hal ini akan melampaui platform AI khusus dan menjadi bagian dari alat-alat umum seperti mesin pencari dan paket produktivitas. Perubahan ini akan mendorong pemerintah untuk memikirkan ulang strategi komunikasi mereka dan beradaptasi dengan antarmuka baru untuk penyampaian informasi dan layanan.
Transformasi Komunikasi Pemerintah: Transformasi dalam cara orang mengakses dan mengonsumsi informasi akan mengarah pada pengevaluasian kembali strategi komunikasi pemerintah. Saat cara masyarakat berinteraksi dengan konten berkembang, pemerintah akan perlu mempertimbangkan kembali lanskap luas situs web pemerintah dan menemukan cara baru untuk berkomunikasi secara efektif dengan masyarakat. Transformasi ini bisa menghasilkan pendekatan penyampaian konten yang lebih efisien dan terarah.
Layanan Pemerintah yang Dipersonalisasi: Dorongan terus-menerus menuju penyelenggaraan layanan pemerintah yang dipersonalisasi akan tetap menjadi tren yang dominan. Teknologi AI akan memungkinkan pemerintah untuk menyesuaikan informasi dan layanan sesuai dengan kebutuhan individu masyarakat, meningkatkan pengalaman dan kepuasan pengguna. Tren ini kemungkinan akan berkontribusi pada interaksi pemerintah yang lebih efisien dan efektif.
Peningkatan Konektivitas dan Kolaborasi: Lanskap digital yang terus berkembang akan mendorong pemerintah untuk menjadi lebih terhubung dan berkolaborasi. Saat masyarakat menjadi terbiasa dengan interaksi yang lancar dalam kehidupan sehari-hari mereka, pemerintah perlu bekerja melintasi departemen untuk menawarkan layanan terintegrasi dan holistik. Hal ini mungkin melibatkan penghapusan sekat-sekat dan menciptakan pendekatan bersatu dalam melayani masyarakat.
Pergeseran Menuju Aksesibilitas dan Inklusi: Penggunaan yang semakin meningkat dari AI dan model AI percakapan memberikan peluang bagi pemerintah untuk meningkatkan aksesibilitas dan inklusi. Dengan menawarkan informasi dan layanan dalam berbagai bahasa dan menampung beragam kebutuhan pengguna, pemerintah dapat memastikan bahwa layanan mereka tersedia untuk semua masyarakat.
Pertimbangan Etika dan Mitigasi Bias: Saat AI semakin terintegrasi ke dalam proses pemerintah, penanganan pertimbangan etika dan mitigasi bias akan menjadi sangat penting. Pemerintah dan penyedia teknologi perlu bekerja sama untuk memastikan bahwa informasi yang dihasilkan oleh AI akurat, tidak bias, dan sensitif secara budaya, terutama di daerah yang beragam seperti Asia.
Dua hingga tiga tahun mendatang kemungkinan akan menyaksikan pergeseran signifikan dalam cara masyarakat berinteraksi dengan informasi dan layanan pemerintah. Integrasi AI, khususnya Generative AI, ke dalam alat-alat sehari-hari akan mendefinisikan ulang pengalaman pengguna dan mendorong pemerintah untuk mengevaluasi kembali strategi komunikasi mereka.
Layanan yang dipersonalisasi, konektivitas yang meningkat, dan fokus pada aksesibilitas dan inklusi akan berkontribusi pada penyelenggaraan layanan pemerintah yang lebih efisien dan berpusat pada masyarakat. Namun, seiring dengan kemajuan teknologi ini, pertimbangan etika dan mitigasi bias akan memainkan peran penting dalam memastikan akurasi, keadilan, dan sensitivitas budaya dari konten dan respons yang dihasilkan oleh AI.
Dalam lanskap yang cepat berubah dari transformasi digital dan munculnya kecerdasan buatan (AI), pemerintah di seluruh dunia berada di persimpangan penting. Integrasi teknologi canggih, terutama solusi yang didorong oleh AI seperti Generative AI (Gen AI), menawarkan peluang untuk meningkatkan layanan dan kepuasan masyarakat, tetapi juga menimbulkan tantangan kompleks yang membutuhkan pertimbangan yang matang.
Saat pemerintah berusaha memanfaatkan AI dan Gen AI untuk memenuhi kebutuhan yang terus berubah dari masyarakat, sebuah momen krusial sedang muncul. Manfaat potensialnya besar: peningkatan penyelenggaraan layanan, interaksi yang disesuaikan, dan proses yang lebih efisien yang meningkatkan kepuasan masyarakat. Namun, muncul paradoks yang menantang. Alat-alat yang dirancang untuk meningkatkan pengalaman masyarakat dihadapkan pada resistensi dan kekhawatiran di lingkaran pemerintahan tertentu.
Salah satu tantangan paling mendesak yang dihadapi pemerintah adalah kecepatan berbeda dalam adopsi teknologi. Sementara Gen AI menawarkan jalan yang menjanjikan untuk penyelenggaraan layanan yang lebih baik, beberapa entitas pemerintah ragu untuk sepenuhnya merangkul teknologi ini. Dalam kasus tertentu, ada larangan atau pembatasan penggunaannya. Ironisnya, dalam badan pemerintah yang sama ini, pejabat publik aktif menggunakan alat-alat Gen AI dalam kehidupan pribadi mereka, menggarisbawahi ketidaksesuaian antara kebijakan dan implementasi praktis.
Lanskap budaya dan linguistik yang beragam di berbagai wilayah menambah lapisan kompleksitas. Nuansa bahasa dan sensitivitas budaya harus diperhitungkan saat merancang sistem AI. Mengabaikan aspek ini dapat mengakibatkan penyebaran informasi yang tidak akurat atau tidak pantas. Di dunia di mana respons yang dihasilkan oleh AI menjadi norma, nuansa budaya menjadi semakin penting, terutama di wilayah Asia yang memiliki keragaman budaya yang luas.
Dalam upaya untuk berinovasi secara digital, pemerintah harus menjaga keseimbangan yang halus antara merangkul teknologi baru dan memastikan bahwa inklusivitas tidak dikorbankan. Terburu-buru mengadopsi platform yang kompleks tanpa mempertimbangkan literasi digital masyarakat dapat mengakibatkan pengecualian dari beberapa kelompok usia, terutama mereka yang kurang berpengetahuan dalam teknologi atau tidak terbiasa dengan antarmuka digital.
Meskipun istilah “literasi digital” sering digunakan untuk menekankan perluasan keterampilan masyarakat, penting untuk menghindari penciptaan sistem yang terlalu rumit dan memerlukan bantuan dari generasi yang lebih muda. Inklusivitas yang sejati berarti memastikan bahwa kemajuan bermanfaat bagi semua masyarakat, tanpa memandang usia atau kemahiran digital.
Kepentingan untuk beradaptasi dan mengadopsi Gen AI dan teknologi transformatif lainnya mengharuskan pemerintah untuk mengevaluasi kembali strategi mereka. Sebuah keseimbangan harus dicapai antara memajukan inovasi dan memenuhi kebutuhan yang beragam dari penduduk. Upaya kolaboratif antara pemerintah, penyedia teknologi seperti Adobe, dan masyarakat sangat diperlukan untuk memastikan bahwa transformasi digital dilakukan dengan pengalaman dan kepuasan masyarakat sebagai prinsip panduan.
Di wilayah Asia, dengan keragaman budaya dan linguistiknya yang unik, menghadapi tantangan yang berbeda dalam era Gen AI. Sementara beberapa pemerintah mungkin tergoda untuk meniru strategi yang digunakan oleh negara-negara maju secara teknologi, ada kesempatan untuk melompati langkah-langkah tertentu dan menyesuaikan strategi dengan konteks yang relevan bagi mereka. Hal ini sangat relevan bagi negara-negara dengan infrastruktur digital yang masih baru, sehingga memungkinkan mereka untuk mengadopsi kemampuan Gen AI yang canggih dengan lebih cepat.
John memberikan wawasan tentang dinamika yang berubah dalam inisiatif pemerintah dan transformasi digital setelah pandemi COVID-19. Saat pemerintah beralih fokus ke efisiensi dan optimalisasi dalam sektor publik, pentingnya memahami dampak ekonomi dari digitalisasi menjadi sangat mendesak. Melalui pengukuran dan kuantifikasi yang akurat terhadap manfaatnya, pemerintah dapat memastikan bahwa investasi mereka menghasilkan hasil yang berarti, mendorong perubahan positif dalam kepuasan masyarakat dan kemajuan sosial secara keseluruhan.
Ada implikasi ekonomi yang mendalam dari layanan publik yang tidak efisien. Di luar ketidaknyamanan langsung, biaya tersembunyi dapat berkembang menjadi kehilangan produktivitas, akses yang tertunda ke layanan penting, dan produksi ekonomi yang berkurang. Ada kebutuhan mendesak bagi pemerintah untuk mengukur dampak-dampak ini secara kuantitatif dan merancang inisiatif digital mereka dengan pemahaman yang komprehensif tentang konsekuensi ekonomi. Dengan mengatasi tantangan-tantangan ini dengan tegas, pemerintah dapat memenuhi misi mereka untuk membantu tantangan yang paling rentan sambil mendorong masyarakat yang lebih produktif dan efisien.
Tidak diragukan lagi, inisiatif pemerintah memainkan peran penting dalam meningkatkan pengalaman masyarakat melalui layanan digital yang efisien. Suatu panduan keberhasilan yaitu mencakup layanan yang berpusat pada masyarakat, responsif terhadap perangkat mobile, aksesibilitas, serta integrasi pengalaman online dan offline. Dengan mempelajari inisiatif-inisiatif yang berhasil ini dan mengatasi tantangan-tantangan dengan tegas, pemerintah dapat menciptakan lanskap digital yang benar-benar melayani dan memuaskan masyarakatnya.
Hubungan yang rumit antara keamanan data, privasi, kepercayaan, dan kepuasan masyarakat dalam layanan pemerintah patut diperhatikan. Transparansi, kontrol, dan identitas digital muncul sebagai pilar-pilar utama dalam membangun dan merawat kepercayaan. Dengan memastikan bahwa data dikelola dengan tanggung jawab dan masyarakat memiliki kendali atas penggunaannya, pemerintah tidak hanya dapat meningkatkan layanan mereka tetapi juga membina rasa keamanan dan keyakinan di antara masyarakat.
Mengatasi resistensi terhadap perubahan adalah langkah penting dalam mewujudkan transformasi digital yang berhasil dalam layanan pemerintah. Dengan mengakui kekhawatiran, mengadopsi persetujuan dinamis, dan memanfaatkan teknologi untuk menyederhanakan proses, pemimpin pemerintah dapat menavigasi jalan menuju peningkatan kepuasan masyarakat, pengalaman yang dipersonalisasi, dan ekosistem yang mengutamakan keamanan data dan privasi.
Saat pemerintah berjuang dengan implikasi Gen AI dan transformasi digital, suatu persimpangan penting telah tercapai. Potensi untuk meningkatkan layanan dan kepuasan tidak dapat disangkal, tetapi hanya jika pemerintah dengan bijaksana mengatasi tantangan-tantangan tersebut. Inklusivitas, sensitivitas budaya, dan upaya kolaboratif adalah kunci dalam membentuk masa depan di mana Gen AI meningkatkan interaksi antara pemerintah dan masyarakat, tanpa meninggalkan siapa pun.
Munculnya Generative AI dan model AI percakapan membawa peluang dan tantangan bagi layanan pemerintah. Sementara manfaat interaksi yang dipersonalisasi dan inklusif bagi masyarakat sangat besar, pemerintah perlu secara proaktif mengatasi tantangan yang dihadapi oleh ekosistem konten yang terfragmentasi, keragaman bahasa, dan potensi untuk penyebaran informasi yang salah.
Kerja sama, optimalisasi konten, dan memanfaatkan solusi teknologi seperti yang ditawarkan oleh Adobe dapat membantu mengatasi tantangan-tantangan ini dan memastikan bahwa interaksi yang didukung oleh AI memberikan informasi yang akurat, relevan, dan berharga kepada masyarakat dalam berbagai bahasa dan konteks.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
In a stirring address at the Emerging Enterprise Awards (EEA) 2023, Senior Minister of State Tan Kiat How underscored the pivotal role of continuous learning and skills acquisition in navigating the dynamic landscape of the modern world.
Emphasising that education should be viewed as a lifelong journey, extending beyond formal academic years, he articulated the need for individuals to adapt to the evolving demands of an ever-changing workplace.
Acknowledging the government’s commitment to supporting Singaporeans in this quest for perpetual learning, Tan Kiat How also appealed to business owners and industry leaders to create an enabling environment for employees to upgrade their skills. He highlighted the Forward Singapore report, a comprehensive guide to the nation’s major developmental shifts, urging those unfamiliar with it to explore its insights.
The Senior Minister of State asserted that embracing technology as a strategic enabler is integral to overcoming traditional constraints and enhancing competitiveness. He underscored Singapore’s pioneering role in digital technology adoption, dating back to the 1980s when the nation became one of the first in the world to integrate computers into its public service and workplaces.
Singapore places a paramount emphasis on the pivotal role of digitalisation in revolutionising its educational landscape. With a focus on enhancing learning experiences, fostering global competitiveness, and preparing students for the future workforce, the nation is embracing innovative teaching methods and personalised learning through advanced digital tools.
The integration of technology not only streamlines administrative processes but also facilitates seamless transitions between in-person and online learning models. This commitment to digitalisation reflects Singapore’s dedication to staying at the forefront of educational innovation, equipping students with essential technological skills for the evolving global landscape.
This commitment to technological advancement has persisted, forming the bedrock of Singapore’s digital foundation. Senior Minister Tan shed light on the government’s SMEs Go Digital programme, an initiative integrating emerging technologies like artificial intelligence (AI) and cloud services into Industry Digital Plans (IDPs).
These IDPs serve as roadmaps, guiding businesses across various sectors in adopting digital solutions and upskilling their workforce. In a recent example, the Tourism (Attractions) IDP incorporated AI to streamline workflows and provide data-driven insights, enhancing decision-making for attraction operators.
The government’s holistic approach extends beyond specific sectors, with a thorough examination of industry disciplines sector by sector. This involves updating strategies, incorporating emerging technologies, and ensuring that small and medium-sized enterprises (SMEs) can boost productivity and competitiveness while navigating the complexities of digital transformation.
Senior Minister Tan cited the Chief Information Security Officers-as-a-Service initiative, where cybersecurity consultants aid firms in enhancing cyber resilience through “check-ups” and tailored health plans.
Encouraging firms and networks to actively engage with these programmes, Senior Minister Tan emphasised the need for Singapore to embrace its agency in shaping its future. He urged the nation to leverage its strong foundation and the strategic roadmap outlined in Forward Singapore.
As Singapore charts its digital odyssey, the EEA 2023 serves as a platform not just for acknowledging achievements but for inspiring a collective commitment to a future where technological innovation and lifelong learning propel the nation to new heights.
The Senior Minister of State added that Singapore’s exceptionalism relies on collective ambition, hard work, and unity, ensuring that the nation continues to defy the odds and stand as a beacon on the global stage.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
Union Minister of State for Skill Development & Entrepreneurship and Electronics & IT Rajeev Chandrasekhar shared comprehensive insights into India’s tech landscape at the 26th Edition of the Bengaluru Tech Summit.
Minister Chandrasekhar navigated through a spectrum of crucial tech domains, unravelling India’s transformative journey and the role of entrepreneurship and innovation in the digital economy. He shed light on India’s burgeoning semiconductor industry, the transformative potential of AI, and the instrumental role of startups in shaping the nation’s economic future.
Minister Chandrasekhar reflected on the dynamic shift in India’s semiconductor narrative, echoing the sentiments articulated by India’s Prime Minister at the Semicon India 2023 Summit. He underscored the evolving perspective from “why India” to “when in India” and “why not in India.”
This transformation signifies the growing confidence and capabilities within India’s tech ecosystem, a testament to the nation’s progress in diverse domains such as AI, semiconductors, electronics, Web 3, supercomputing, and high-performance computing.
“Pre-2014, India’s semiconductor story was a series of missed opportunities,” reflected Minister Chandrasekhar while tracing the trajectory of the semiconductor industry’s evolution.
Despite lacking a design legacy, Minister Chandrasekhar emphasised India’s strides in the semiconductor sector. Acknowledging the catch-up game after missed opportunities, he highlighted India’s leapfrogging approach, skipping a generation to explore novel opportunities for the next decade.
The focus on talent, design, packaging, and research has propelled India towards becoming a significant player in the global semiconductor ecosystem, marking a definitive trajectory of growth.
Minister Chandrasekhar reiterated India’s emphasis on harnessing AI’s transformative power resonates deeply with India’s commitment to leveraging cutting-edge technology for societal betterment and enhanced living standards across diverse segments of the population.
“We believe that AI when harnessed correctly, can transform healthcare, agriculture, governance and language translation”: MoS Rajeev Chandrasekhar
By integrating AI technologies into these sectors, the aim is to revolutionise service delivery, streamline operations, and democratise access to advanced services for all citizens. However, he also addressed the inherent risks posed by the potential misuse of AI by bad actors, stressing the need for legislative guardrails to ensure safety and trust in AI applications. Aligning with global sentiments, Chandrasekhar highlighted the necessity for regulatory frameworks to prevent misuse and foster ethical AI deployment.
“The world is now aligning with India’s view that we need guardrails of safety and trust for the Internet,” he said.
In an increasingly tech-dependant world, Mnster Chnadrashekhar believes that innovation and entrepreneurship are vital – startups are the pillars of India’s tech evolution. Elaborating on India’s startup landscape, Minister Chandrasekhar showcased the pivotal role played by startups since 2014, citing the emergence of 102 unicorns and a substantial influx of FDI.
He emphasised how startups are not just economic entities but integral components of India’s tech vision, contributing significantly to the digital economy’s $1 trillion goal. With a focus on nurturing the futureDESIGN DLI startups, Chandrasekhar envisaged their potential to become the unicorns of tomorrow, driving innovation across AI, semiconductors, and next-gen electronic systems.
Minister Chandrasekhar’s insights underscore India’s rapid tech evolution, emphasising the nation’s strides in semiconductors, the transformative impact of AI, and the pivotal role of startups. As India charts its course towards a $1 trillion digital economy, its vision encapsulates the imperative of regulatory frameworks, innovative strides, and collaborative efforts in harnessing technology for inclusive growth and global relevance.
OpenGov Asia reported that Minister Chandrasekhar, who spoke at two influential tech events: the Indian Express Digifraud & Safety Summit 2023 and YourStory Techsparks’23, expressed similar views on India’s technological advancements, regulatory policies, and the nation’s promising future in the global tech landscape.
At these tech summits, Minister Rajeev Chandrasekhar outlined India’s ambitious technological trajectory, reinforcing the government’s dedication to fostering innovation, ensuring a safe digital environment, and harnessing the transformative power of technology for the nation’s progress.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
Collaboration with other entities is paramount in this digital era. Especially in the healthcare sector, having a robust digital infrastructure and leveraging technological advancements is crucial for effective cancer control. With the robust infrastructure established through collaboration, the Manatū Hauora’s Polynesian Health Corridors (PHC) programme is well-positioned to pioneer innovative approaches to cancer prevention, diagnosis, and treatment.
This initiative is a collaborative effort between PHC and critical partners, including Te Aka Mātauranga Matepukupuku (Cancer Research Centre) and Te Poutoko Ora a Kiwa (Centre for Pacific and Global Health), housed within Waipapa Taumata Rau at The University of Auckland. The programme spans six partner countries: the Cook Islands, Niue, Tokelau, Samoa, Tonga, and Tuvalu.
Recognising the need for effective cancer control measures, Polynesian health leaders have identified cancer control as a top priority and a focal point for the PHC programme. During the design phase led by Waipapa Taumata Rau (University of Auckland), collaborative efforts are being made to shape the cancer control programme in alignment with the healthcare landscapes of each partner country. This inclusive approach ensures that the programme is tailored to address specific regional needs and challenges.
As part of the broader initiative, PHC aims to support the six partner countries in the seamless implementation of planned activities, emphasising integrating these initiatives into the New Zealand Health System. The design phase is anticipated to be substantially completed by mid-next year, paving the way for the subsequent steps in the programme’s execution.
Established in 2020, the Polynesian Health Corridors (PHC) programme operates under the auspices of the New Zealand Ministry of Foreign Affairs and Trade (MFAT). It was conceived to fortify the ties between Aotearoa, New Zealand’s robust health system and its partner countries. PHC operates within the Global Health Group at the Public Health Agency|Te Pou Hauora Tūmatanui, a division of Manatū Hauora.
The collaboration with partners such as Te Aka Mātauranga Matepukupuku and Te Poutoko Ora a Kiwa underscores the commitment of the PHC programme to leverage collective expertise and resources for the benefit of Polynesia. The emphasis on a multi-year cancer control programme reflects a forward-thinking approach to addressing the complex challenges of cancer within the region.
The multifaceted design of the cancer control initiative encompasses a spectrum of considerations, including early detection strategies, treatment modalities, and holistic support systems for affected individuals and their families. By actively involving partner countries in the design phase, PHC ensures that the programme aligns with the cultural nuances and healthcare infrastructures unique to each Polynesian nation.
In addition to its primary focus on cancer control, the PHC programme signifies a broader commitment to strengthening healthcare ties between Aotearoa, New Zealand and its Polynesian partners. The strategic collaboration with Waipapa Taumata Rau, a leading health research and education institution, adds a dimension to the initiative. Waipapa Taumata Rau’s expertise is instrumental in shaping the design phase of the cancer control programme, contributing evidence-based insights and leveraging its research capabilities.
As the design phase progresses, PHC anticipates a pivotal role in supporting the implementation of planned activities, fostering collaboration between partner countries, and facilitating seamless integration into the New Zealand Health System. The interconnected nature of this initiative underscores the importance of global cooperation and shared knowledge in tackling complex health challenges.
This initiative exemplifies the power of international cooperation in addressing pressing health concerns and sets a precedent for future collaborations in global health. The PHC programme’s collaborative efforts extend beyond regional boundaries, fostering a shared knowledge and resources model that transcends geopolitical constraints. As the design phase unfolds, the programme’s commitment to inclusivity and accessibility remains central to its vision for transforming cancer control in Polynesia.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
In emphasising the importance of inclusivity, technology must cater to individuals with physical impairments who face challenges in using traditional input devices like mice and keyboards, which often leads to their exclusion from technical professions.

To foster inclusive accessibility, multiple alternative methods should be actively identified and implemented to facilitate individuals with physical impairments to engage in coding activities. The evolution of these alternative input methods signifies a positive shift towards a more inclusive and accessible technological landscape.
In an initiative to encourage digital inclusion and technological education, a KidBright Workshop has targeted students and teachers from 10 schools catering to children with disabilities. This workshop showcased the power of the KidBright AI Platform in guiding participants to construct embedded system projects.
Dr Patchralita Chatwalitpong, The National Science and Technology Development Agency (NSTDA) Vice President for Science and Technology Human Resources Development, emphasised the significance of advancing science and technology education among disabled individuals. “Disabilities children also have the right to gain knowledge in this digital realm. Physically impairment is not merely the obstacle for it,” she addressed.
KidBright, a coding learning tool developed by NECTEC-NSTDA, emerged as a beacon of innovation. As an open-source embedded programming platform, KidBright enables children to learn coding through its embedded board and KidBright Integrated Development Environment programme (KidBright IDE). The platform’s accessibility and user-friendly interface empower young learners to delve into coding seamlessly.
The genesis of this impactful project traces back to 2018, when NSTDA initiated a pioneering effort to promote coding skills specifically tailored for children with disabilities. From 2018 to 2020, KidBright boards and UtuNoi STATION packages were distributed across these schools, accompanied by a series of workshops for both students and teachers. These workshops provided comprehensive training on programming KidBright boards and equipped participants with the skills to create embedded system projects.
The inclusion of data science knowledge in 2019 and 2020 further enriched the project, empowering educators and students to devise innovative solutions catering to the needs of people with disabilities. Notably, several of these inventive creations garnered accolades in innovation contests.
The project’s trajectory leapt in 2023 with a strategic expansion into artificial intelligence (AI). This follow-up session spotlighted the development of science projects utilising the KidBright AI Platform. Led by the adept Educational Technology Research Team and spearheaded by Dr Saowaluck Kaewkamnerd, this workshop aimed to deepen participants’ understanding of AI and encourage the creation of innovative projects with real-world applications.
This multifaceted project exemplifies the commitment to advancing education in emerging technologies and ensuring inclusivity in digital literacy. Integrating coding, embedded systems, data science, and AI into the curriculum empowers students, especially those with disabilities, to become adept in the digital landscape. The KidBright AI Platform catalyses nurturing creativity, problem-solving skills, and a passion for technology among the younger generation, transcending barriers and fostering a more inclusive and technologically literate society.
Further, the recognition of inclusivity has gained global attention, exemplified by its acknowledgement in the United States. The Alliance for Access, the Computing Career Centre from Washington University, outlined several approaches that can enhance programming accessibility for students with diverse disabilities. To illustrate:
- Clear Instructions and Examples: Providing clear instructions and relevant examples universally benefits all students, promoting a better understanding of programming concepts.
- Speech Input Software: Students who face challenges with conventional keyboards can leverage speech input software.
- Macro-Writing Programmes: Utilising a macro-writing programme for individuals with mobility impairments becomes invaluable. This programme facilitates the creation of shortcuts, simplifying the typing process.
- IDE Features: Integrated development environments (IDEs) may incorporate features specifically beneficial for students with disabilities.
- Word or Syntax Auto-Completion: Predictive typing assists users by anticipating their input.
- Syntax Highlighting: Color-coded representation of typed code enhances visual distinction.
- Variable Name Highlighting: Ensures consistent spelling of variable names.
- Inline Spell-Check: This feature can benefit some students, promoting accurate coding.
By highlighting and implementing this in the programming environment among disabled children in Thailand, educators can create a more inclusive and supportive learning experience for students with disabilities, not only enhancing the knowledge of students but also fostering inclusivity and equality.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
Singapore’s Senior Minister of State for Defence, Heng Chee How, and Senior Minister of State for Communications and Information and Health, Dr Janil Puthucheary, recently visited the Critical Infrastructure Defence Exercise (CIDeX) 2023, underscoring the government’s commitment to fortifying national cybersecurity.

The exercise, held at the National University of Singapore School of Computing, witnessed over 200 participants engaging in operational technology (OT) critical infrastructure defence training.
Organised by the Digital and Intelligence Service (DIS) and the Cyber Security Agency of Singapore (CSA), with support from iTrust/SUTD and the National Cybersecurity R&D Laboratory (NCL), CIDeX 2023 marked a collaborative effort to enhance Whole-Of-Government (WoG) cyber capabilities. The exercise focused on detecting and countering cyber threats to both Information Technology (IT) and OT networks governing critical infrastructure sectors.
This year’s edition boasted participation from DIS, CSA, and 24 other national agencies across six Critical Information Infrastructure (CII) sectors. With an expanded digital infrastructure comprising six enterprise IT networks and three new OT testbeds, participants operated on six OT testbeds within key sectors—power, water, telecom, and aviation.
CIDeX 2023 featured Blue Teams, composed of national agency participants serving as cyber defenders, defending their digital infrastructure against simulated cyber-attacks launched by a composite Red Team comprising DIS, CSA, DSTA, and IMDA personnel. The exercises simulated attacks on both IT and OT networks, including scenarios such as overloading an airport substation, disrupting water distribution, and shutting down a gas plant.
The exercise provided a platform for participants to hone their technical competencies, enhance collaboration, and share expertise across agencies. Before CIDeX, participants underwent a five-day hands-on training programme at the Singapore Armed Forces (SAF)’s Cyber Defence Test and Evaluation Centre (CyTEC) at Stagmont Camp, ensuring readiness for cyber defence challenges.
On the sidelines of CIDeX 2023, the DIS solidified cyber collaboration by signing Memorandums of Understanding (MoUs) with key technology sector partners, expanding its partnerships beyond the earlier agreement with Microsoft earlier in the year.
Senior Minister Heng emphasised the importance of inter-agency cooperation, stating, “CIDeX is a platform where we bring together many agencies throughout the government to come together to learn how to defend together.” He highlighted the collective effort involving 26 agencies and over 200 participants, acknowledging the significance of unity in cybersecurity.
Dr Janil echoed this sentiment, emphasising CIDeX’s role in the Whole-of-Government (WoG) cyber defence effort. He remarked, “Defending Singapore’s cyberspace is not an easy task, and it is a team effort.”
He commended the strong partnership between the Cyber Security Agency of Singapore and the Digital and Intelligence Service, recognising the exercise as a crucial element in strengthening the nation’s digital resilience and national cybersecurity posture.
By leveraging collaboration, innovation, and a robust defence strategy, Singapore aims not just to protect its critical infrastructure but to set a global standard in cybersecurity practices.
CIDeX 2023 serves as a compelling embodiment of Singapore’s unwavering dedication to maintaining a leadership position in cybersecurity practices. This strategic exercise underscores the nation’s commitment to cultivating collaboration and fortifying its resilience against continually evolving cyber threats.
Beyond a training ground for sharpening the skills of cyber defenders, CIDeX 2023 encapsulates the government’s profound commitment to adopting a robust, collaborative, and forward-thinking approach to safeguarding the integrity and security of the nation’s critical infrastructure in the dynamic landscape of the digital age.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
The Cyberport Entrepreneurship Programmes’ 20th Anniversary Celebration and Graduation Ceremony was a major event attended by notable personalities, distinguished guests and budding innovators.
Cyberport is Hong Kong’s digital technology flagship and incubator for entrepreneurship with over 2,000 members including over 900 onsite and close to 1,100 offsite start-ups and technology companies. It is managed by Hong Kong Cyberport Management Company Limited, wholly owned by the Hong Kong SAR Government.
With a vision to become Hong Kong’s digital technology hub and stimulate a fresh economic impetus, Cyberport is dedicated to cultivating a dynamic tech environment. This commitment involves nurturing talent, encouraging youth entrepreneurship, aiding startups, fostering industry growth through strategic partnerships with local and international entities, and driving digital transformation across public and private sectors, bridging new and traditional economies.

Professor Sun Dong, the Secretary for Innovation, Technology, and Industry, Hong Kong highlighted Cyberport’s incredible journey and the achievements of its vibrant community. Expressing his delight in commemorating Cyberport’s two-decade-long legacy, he emphasised the institution’s pivotal role as an ICT powerhouse in Hong Kong.
From its humble beginnings to its present stature, Cyberport has emerged as a catalyst for innovation, nurturing over 2,000 technology companies and startups and showcasing an exponential growth rate over the past five years.
Cyberport’s community has attracted a staggering US$38 billion of investment, marking its significance as an ICT flagship in Hong Kong. The establishment takes pride in its contribution to nurturing numerous innovative ideas and fostering dynamic business ventures, with seven notable unicorns in fintech, smart living, and digital entertainment sectors.
Cyberport excelled at the prestigious Hong Kong ICT Awards, with 25 startups securing 28 accolades, including the esteemed Award of the Year. This achievement showcased the institution’s exceptional calibre and innovation prowess nurtured within its ecosystem.
Acknowledging the pivotal role of startups in Cyberport’s success story, Professor Sun Dong shared how these young enterprises, often starting with a simple idea at a small table, grow in tandem with Cyberport’s support. The institution provides not just financial aid but also a nurturing environment where entrepreneurs can leverage extensive networks, collaborative spaces, and expert guidance to cultivate their ideas into commercial successes.
The graduation of more than 200 startups from the Entrepreneurship Programme stood as a testament to Cyberport’s commitment to fostering entrepreneurial talent. This initiative empowers startups to translate their ideas into tangible commercial solutions and market breakthroughs, laying the foundation for their future success.
Looking ahead, Professor Sun Dong outlined Cyberport’s exciting plans, including the upcoming expansion block slated for completion in two years, aimed at providing additional space for the community’s development. He also highlighted Cyberport’s initiative to establish the Artificial Intelligence Supercomputing Centre, a pioneering endeavour set to commence in 2024, envisioned to be a pioneering and substantial facility in Hong Kong.
Cyberport’s extraordinary journey showcases significant achievements while charting a promising future, embodying the core values of innovation, collaboration, and collective growth.
Professor Sun expressed gratitude on behalf of the Government, acknowledging their hard work and contributions to the tech ecosystem emphasising the importance of collective participation for a better future.
The vibrant success of events like the Cyberport Venture Capital Forum 2023 resonates with Cyberport’s commitment to fostering innovation and collaboration, further cementing its role as a catalyst for technological advancement and entrepreneurial growth in Hong Kong.
The Cyberport Venture Capital Forum (CVCF) 2023 saw a turnout of over 2,500 participants during its two-day hybrid event. Themed “Venture Forward: Game Changing through Innovation,” the forum convened 80 global visionary venture experts, entrepreneurial pioneers, and influential thinkers. With more than 120,000 page views and over 300 fundraising meetings facilitated, it solidified its position as a pivotal platform fostering networking and collaborative opportunities.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
In a significant stride towards technological innovation and sustainable development, the Department of Scientific & Industrial Research (DSIR) and The Energy and Resources Institute (TERI) have joined forces to revolutionise India’s construction and wastewater treatment sectors.

This pioneering collaboration under the “Access to Knowledge for Technology Development and Dissemination (A2K+) Studies” Scheme of DSIR is aimed at aligning with India’s Smart Cities Mission and its ambitious commitment to achieving net-zero emissions by 2070.
DSIR’s allocation of two crucial research studies to TERI signifies a pivotal step in bridging the informational gap on advanced building materials, designs for energy efficiency, and the assessment of membrane-based sewage wastewater treatment systems for reuse and recycling.
A significant milestone in this partnership was marked by a high-profile Stakeholder Consultant Meeting held at the prestigious India Habitat Center in New Delhi. Attended by key decision-makers, esteemed experts from academia, industry leaders, and policymakers, this event became a platform for insightful discussions and collaborations.
Dr Sujata Chaklanobis, Scientist ‘G’ and Head of A2K+ Studies at DSIR, emphasised the importance of promoting industrial research for indigenous technology development, utilisation, and transfer in her address. Her words underscored the crucial role of research and innovation in fostering sustainable technological advancements.
Mr Sanjay Seth, Senior Director of TERI’s Sustainable Infrastructure Programme highlighted India’s commitment to carbon neutrality by 2070. He stressed the imperative integration of cutting-edge technologies and innovative designs in buildings to significantly reduce energy consumption, a key step towards a sustainable, low-carbon future.
The first session of the consultation centred on leveraging emerging technologies and innovative solutions for advanced building design to enhance energy efficiency. Experts from various domains provided insightful suggestions and information, fostering dialogue on energy-efficient building designs and sustainable construction practices.
The second session delved into the current status and prospects of membrane technologies in India for sewage treatment. Insights from academia, including professors from prestigious institutions, shed light on research gaps and opportunities for commercialisation in the domain of membrane-based technologies.
Industry experts also provided valuable perspectives on the current membrane market, innovations, and opportunities, creating a comprehensive understanding of the landscape and paving the way for future developments.
The amalgamation of insights from academia, industry, and end-users enriched the discussions, providing a roadmap for future innovation and development in these critical sectors. The event culminated with a commitment from both DSIR and TERI to embark on an innovation journey, heralding a sustainable and resilient future for India.
The DSIR-TERI collaborative consultation stands as a beacon of transformative progress in advancing sustainable building practices and sewage treatment technologies. It underscores the power of partnership in driving technological evolution for a more sustainable tomorrow.
India’s ambitions intertwine technological progress with a steadffast commitment to sustainability, envisioning a future where innovation not only drives economic growth but also champions environmental stewardship.
Through strategic initiatives and cooperation, India aims to leverage cutting-edge technologies to address pressing global challenges, ensuring a harmonious balance between technological advancement, environmental preservation, and societal well-being.
NITI Aayog, in collaboration with CSIRO, Australia’s national science agency, initiated the India Australia Rapid Innovation and Startup Expansion (RISE) Accelerator under the Atal Innovation Mission (AIM) to bolster circular economy startups from both countries, fostering innovation and entrepreneurship.
The Indian Institute of Technology Kanpur (IIT-Kanpur) and the African-Asian Rural Development Organisation (AARDO) jointly organised an international training programme, focused on exploring the application of nanotechnology in promoting plant growth and crop protection for sustainable agriculture.
According to an IIT-Kanpur statement, the programme served as a forum for experts from diverse fields to discuss and deliberate on solutions to meet the urgent global challenge of achieving food security and promoting sustainability in agriculture.